Sabtu, 28 Juli 2012

PRO KONTRA UJI KOMPETENSI GURU (UKG)


Sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan, seluruh guru yang telah di sertifikasi baik guru PNS maupun guru swasta akan mengikuti uji kopetensi guru (UKG). meskipun dikritik oleh sebagian kalangan, namun menteri pendidikan dan kebudayaan Kemendikbud M.Nuh menyatakan persoalan uji kompetensi guru sudah jelas dan gamblang, jangan diperumit. sebagaimana yang dikutip dari suara merdeka "Persoalan yang sudah jelas jangan diperumit karena sudah gamblang. Ini tidak ada unsur apa-apa, tapi untuk melakukan perbaikan pendidikan," tandasnya usai peresmian penerimaan mahasiswa baru ITB Bandung, Sabtu (28/7).
Menurut dia, aneh jika langkah pengujian kompetensi itu dipersoalkan. Terlebih program tersebut bertujuan sebagai pemetaan masalah pendidikan dalam upaya meningkatkan kualitas guru.
"Aneh saja, muridnya saja dites sedangkan gurunya diuji tidak mau. Ujiannya juga bukan untuk kenaikan kelas, apalagi gaji karena tidak akan dipotong. Ini juga tak terkait tunjangan. Ini demi kebaikan pendidikan itu sendiri," ujarnya.
Dengan alasan tersebut, M Nuh menegaskan uji kompetensi guru tetap akan dijalankan. Berdasarkan laporan, program tersebut bakal diikuti 1 juta peserta di luar pendaftaran secara offline. Terkait dasar hukumnya, mantan Rektor ITS itu menyatakan bahwa rujukan sudah jelas. Secara logika pun demikian.
"UU tidak mungkin ceritakan secara detail. Soal caranya, kita terjemahkan. Bagaimana meningkatkan kualitas pendiddikan dan kompetensi guru kalau petanya sendiri tidak tahu," ujarnya.
Terkait hasil uji kompetensi, Nuh menyebutkan pihaknya siap melakukan peningkatan terhadap guru yang tidak memenuhi standar penilaian. "Diperbaiki. Bisa belajar sendiri atau ikut kursus dari pemerintah," tandasnya.
Sebaliknya ada sebagian pihak yang tidak setuju, berikut alasan dan pendapat mereka yang dikutip dari harian Suara Merdeka 28 Juli 2012.(http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/07/27/194119/16/Uji-Kompetensi-Guru-Masih-Rapuh)
Kebijakan pemerintah melaksanakan Uji Kompetensi Guru (UKG), dinilai masih bermasalah. Persiapan ujian belum maksimal dan masih memiliki kerapuhan.
Ketua Umum PB PGRI Sulistiyo menyebutkan,  beberapa hal yang perlu disiapkan mulai dari pengembangan instrumen, desain kegiatan, penguatan landasan yuridis, konsep teoretik, hingga antisipasi terjadinya mall praktik di lapangan.
Karena itu, diharapkan pemerintah dapat mempersiapkan segalanya dengan baik bersama organisasi profesi guru.
Dia menjelaskan, selama ini PGRI terus mengkritisi pembinaan guru yang kurang baik dan kurang memadai. Banyak guru yang tidak pernah mengikuti diklat, khususnya guru swasta dan honorer. Karena itu, pihaknya mendukung upaya pemerintah untuk menghimpun data kompetensi guru melalui UKG.
“Namun, kami mengingatkan agar UKG bukan untuk menyiksa, menghukum dan membuat guru stres. Sejak merdeka Indonesia belum pernah melakukan UKG dan tidak memiliki peta kompetensi. Jadi,  wajar kalau ini harus dilakukan dengan baik,” tandas Sulistiyo.
Anggota DPD Jawa Tengah itu berharap uji kompetensi mampu merekam kompetensi guru dengan benar dan sesuai dengan kenyataan. Dia berpesan kepada pemerintah agar tidak tergesa-gesa melaksanakan program tersebut.
Menurutnya, kompetensi dan profesionalitas guru tidak akan meningkat dengan melakukan UKG. Akan tetapi, peningkatan tersebut ditempuh dengan pembinaan, diklat, serta kegiatan ilmiah.
Pembinaan Komprehensif
“Salah kalau menguji untuk peningkatan mutu. Hasil uji itu harus dijadikan bahan pertimbangan untuk melakukan pembinaan komprehensif,” ungkap Sulistiyo.
Sekjen Federasi Guru Seluruh Indonesia (FSGI) Retno Listyarti menduga UKG tidak memiliki dasar hukum dan tidak menimbulkan sanksi apa pun bagi yang tidak mengikuti.
Dia menyebutkan, dalam PP No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pemetaan hanya berlaku untuk siswa melalui Ujian Nasional (UN). Dalam UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, mengamanatkan pemerintah melakukan sertifikasi guru hingga tahun 2015, bukan menguji guru bersertifikat.
“UKG adalah kebijakan nasional yang menggunakan dana APBN, tapi mengapa pelaksanaannya tidak memiliki dasar hukum? Seharusnya semua kebijakan dan program didasari peraturan perundangan dan dipersiapkan dengan baik,” tegasnya.
Di samping itu, di sejumlah daerah juga belum memiliki infrastruktur yang memadai untuk dilakukan UKG secara online. Banyak daerah yang belum siap. Bahkan, Dinas Pendidikan kabupaten/kota tidak memiliki dana untuk pelaksanaan uji tersebut.
“Pelaksanaan UKG di berbagai daerah sangat minim sosialisasi, sehingga menimbulkan kebingungan di kalangan guru dan kepala sekolah. Akibatnya, kepanikan dan keresahan menjadi pemandangan umum,” ungkap retno.

Melihat perbedaan di atas, seyogyanya tidak mengorbankan kepentingan nasional memajukan pendidikan bangsa.  menurut hemat kita, uji kompetensi ini sesuai dengan cita-cita dan harapan dari UU guru yang mengatur tentang sertifikasi pendidik. harapan dari UU Guru adalah meningkatnya kompetensi dan kualitas pendidik yang diberikan sertifikat sebagai pertanda bahwa seorang pendidik telah memenuhi kompetensi pendidik. dengan adanya pendidik berkualitas diharapkan mutu pendidikan dapat ditingkatkan.
salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk mengukur dan melihat sejauh mana peningkatan mutu pendidikan melalui sertifikasi pendidik adalah melalui UKG ini. harapan kita nantinya dengan hasil UKG dapat dilihat peta kemampuan pendidik secara nasional.
namun dibalik pelaksanaan UKG ini tentu berbgai kemungkinan kegagalan sebagaimana pendapat yang menentang UKG perlu diperhatikan. pada tahap pelaksanaannnya memang sangat diharapkan keseriusan dan ketegasan dari pemerintah agar tidak menjadi bias dan tidak sesuai tujuan semula.
semoga kebijakan pemerintah ini disambut positif demi peningkatan mutu pendidikan, bukan sebagai beban bagi para pendidik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar