Sabtu, 04 Agustus 2012

Menguak Akar Budaya Islam; Suatu Konsep Dasar Peradaban Islam


I.                    Pengantar
Pada dekade pertengahan abad 20 M sekitar tahun 1950-an di dunia Islam terjadi upaya merekonstruksi tentang pemikiran Islam terutama masalah realitas budaya Islam. Diantaranya seperti apa yang didengungkan oleh Hasan Hanafi yang menggelorakan semangat al-Turats wa al-Tajdid (peradaban dan pembaharuan).[1]
Kemudian ada lagi Syed Hossen Nasyr yang mengajak kembali kepada tradisi dan teks Islam. Kemunculan ide besar di atas tidak lain karena melihat keterpurukan umat Islam yang tidak berdaya menghadapi Barat. Ide-ide tersebut dianggap sebagai penunjuk arah baru kebangkitan Islam. Tetapi pada saat bersamaan terdapat masalah di sekitar budaya Islam. Sampai sekarang belum ditemukan rumusan yang jelas dan disepakati tentang apa yang dimaksudkan dengan budaya Islam. Ketika merujuk ke Arab, apa yang menjadi tradisi pada masyarakat di sana menjadi “baku bantah” di saat mengidentifikasi apakah itu budaya Arab atau Isam? Masalah seperti ini menghangat pada wilayah Islam yang lebih luas termasuk Indonesia.[2] Kalau Syed Hossen Nasyr memasukan budaya Islam secara keseluruhan termasuk Arab pra Islam. Lantas bagaimana kaitannya dengan budaya local pada wilayah Islam lainnya seperti Indonesia? Termasuk di sini misalnya apa yang diagendakan Muhammadiyah yaitu dakwah cultural. Agaknya perumusan kembali akar budaya Islam haruslah menjadi point utama sebelum menjabarkan epistemology bangunan budaya Islam. Karena dikhawatirkan budaya Islam yang ada tidak memiliki jati diri yang jelas dan menganggap Islam adalah sebagai budaya itu sendiri. Maka dalam makalah sederhana ini mencoba membahas tentang akar budaya Islam dimulai dengan pertanyaan apakah yang dimaksudkan dengan budaya Islam?

II.                  Kebudayaan dan peradaban, sebuah pengertian dasar.
Penting untuk diketahui disini bahwa  antara kebudayaan dan peradaban terdapat distingsi yang jelas. Persoalannya tidak sesederhana mengatakan bahwa peradaban adalah sama dengan kebudayaan begitu saja. Sebab, kebudayaan memiliki batas yang lebih luas dibandingkan dengan peradaban itu sendiri, yakni dalam arti keseluruhan aspek budaya itu. Maka istilah peradabanlah yang lebih tepat. Peradaban mencakup perwujudan dari budaya individu dan masyarakat sebagai wujud semangat berkreasi yang menggerakkan entitas masyarakat berbudaya dengan meninggalkan bekas yang nyata. Termasuk ke dalam arti ini adalah peninggalan suatu masyarakat atau bangsa yang terefleksikan ke dalam politik, ekonomi dan teknologi. Sebaliknya kebudayaan menyempit pada wilayah seni dan moral. Jika dikatakan budaya suatu masyarakat, tentunya asumsi yang tergambar adalah bentuk ritus, tarian dan seni lainnya.
Kebudayaan dalam bahasa  Arab disebut al-Tsaqafah, bahasa Inggris culture, yang merupakan hasil cipta rasa dan karsa manusia. Hal itu sebagaimana definisi yang popular oleh E.B Taylor dalam Primitive Culture yang menyebutkan bahawa kebudayaan adalah hasil cipta rasa dan karsa manusia. Kebudayaan dalam bahasa Indonesia dipahami berasal dari kata bodhi atau budi. Kata ini sebelumnya erat kaitannya dengan kepercayaan Hindu. Kebudayaan selanjutnya adalah bentuk ungkapan tentang semangat mendalam dalam suatu masyarakat. Dalam kajian antropologi, kebudayaan memiliki tiga wujud yaitu (1), wujud idial, yaitu kebudayaan sebagai suatu komplek ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya, (2), wujud kelakuan, dan (3), wujud benda.[3] Jadi dipahami bahwa wujud pertama merupakan landasan ideal dari peradaban. Karena wujud kedua dan ketiga merupakan wilayah peradaban yang disebutkan di atas.

Peradaban dalam bahasa Arab al-hadharah,  dalam bahasa Inggris civilization, adalah manifestasi kemajuan mekanis dan teknologi yang terefleksi dalam wujud perilaku dan benda.[4]  Dengan demikian dapat dipahami pula bahwa kebudayaan emncakup peradaban tetapi sebaliknya peradaban tidak mencakup kebudayaan. Memang sebelumnya kedua istilah ini ekuivalen. Pemahaman tersebut dapat diterima dalam kerangka sumber yang sama yaitu ciptaan manusia (man creation). Hubungan seperti inilah yang dianggap oleh sebagian orang bahwa budaya adalah sama saja dengan peradaban. Namun berdasarkan perkembangan ilmu antropologi yang menyatakan bahwa dalam arti implementasi, kedua istilah ini tidak digandengkan atau berbeda penempatannya. Karena beberapa alas an yaitu; pertama, budaya sebagai wujud ideal (norma-norma) termasuk hal immateri yang didapat dari perenungan manusia. Kedua, hal ini untuk memudahkan memahami masyarakat yang lebih luas. Ketiga, untuk membuat kerangka yang jelas mana yang dikatakan agama dan mana yang dikatakan sebagai ciptaan manusia. Di sini, sampailah pada suatu pemahaman mendalam tentang apa yang dikatakan kebudayaan dan apa yang dikatakan peradaban. Kebudayaan identik kepada spirit, semangat mendalam dalam masyarakat. Sedangkan peradaban merupakan manifestasi kemajuan mekanis dan teknologi. Pertanyaan kita selanjutnya adalah bagaimana kaitannya dengan Islam? Apakah Islam sebuah budaya? Apakah yang dikatakan budaya Islam)
Islam dalam pengertian di sini adalah agama adalah agaman yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw. Yang landasan pokoknya al-Quran dan Hadis Mutawatir. Jadi Batasan Islam sangat jelas. Ia bukanlah ciptaan manusia. Ia adalah wahyu Tuhan. Sehingga tidak dapat dikatakan bahwa Islam itu adalah budaya ciptaan manusia. Lalu apa yang dipahami dari kebudayaan sebagai wujud ideal? Norma-norma? Bukankah Islam adalah juga aturan-aturan?
Norma yang ada dalam kebudayaan bukanlah norma dasar tetapi norma dalam arti semangat. Norma yang lahir kemudian bersumber pada ajaran Islam. Jadi, kebudayaan Islam bukanlah Islam (itu sendiri) melainkan kebudayaan yaitu kebudayaan karya orang Islam yang “committed” atas agamanya.[5]
Bagaimana peradaban Islam? Nisbah ketiga hal di atas adalah Islam merupakan landasan dari kebudayaan Islam  dan kebudayaan Islam merupakan landasan bagi lahirnya peradaban Islam. Yakni al-Quran dan Sunnah menjadi spirit atau budaya masyarakat Islam dalam membentuk kebudayaan yang selanjutnya melahirkan peradaban Islam.
Dengan demikian dapatlah dijabarkan titik perbedaan agama Islam dengan agama non samawi (agama yang lahir dari pemikiran dan perenungan filosofis manusia). Agama dalam pengertian non samawi ini menganggap kebudayaan sama dengan agama. Sedangkan dalam Islam, Agama bukanlah kebudayaan tetapi dapat melahirkan kebudayaan. Agama Islam mendorong pemeluknya untuk menciptakan kebudayaan dan peradaban Islam. Lihat misalnya, QS Ali Imran 3: 189, QS. 58:11, QS 17:36, QS 22:46.

III.                Apakah yang disebut peradaban Islam?
Berdasarkan uraian dari kebudayaan dan peradaban di atas, maka yang dimaksudkan dengan peradaban Islam adalah perwujudan (manifestasi) dari wujud prilaku dan benda dari kebudayaan Islam yang bersumberkan kepada ajaran Islam . Namun dalam kaitan ini haruslah dipertajam kembali tentang pemahaman Islam sebagai wahyu dan doktrin pada satu sisi dengan Islam dalam arti manifestasi dari doktrin tersebut. Termasuk ke dalam hal ini menganggap doktrin Islam sebagai sebuah system credo sebagaimana pernyataan H.A.R. Gibb,”Islam is indeed much more than a system of theology, it is a complete civilization[6] pernyataan ini sering diterjemahkan sebagai; “Islam sesungguhnya lebih dari sekedar sebuah agama, ia adalah suatu peradaban yang sempurna.[7]Masalah selanjutnya adalah dimana domain atau ranah peradaban Islam itu? Banyak penulis Barat yang menganggap peradaban Islam dan budaya Islam identik dan bahkan sama dengan peradaban Arab. Anggapan seperti itu jika dipahami sepintas akan membawakepada pemahaman bahwa Arablah sebagai center of Islam (pusat Islam). Wilayah di dunia ini bukan sebagai pusat Islam melainkan sebagai daerah pinggiran atau meminjam istilah Nurcholish Madjid “Islam peripheral”[8] termasuk Indonesia yaitu tidak memiliki peradaban yang jelas dalam hubungannya dengan Islam. Nurcholish Madjid menolak dengan tegas stigma Islam pinggiran tersebut.
Hal tersebut berkaitan dengan ciri dari peradaban Islam yang perlu dipahami. Kapankah sebuah peradaban dikatakan sebagai peradaban Islam? Pertanyaan ini membawa kepada dua hal yang urgen untuk dibahas yakni pertama; tidak semua peradaban dikategorikan Islam. Kedua, peradaban Islam menyangkut paling tidak cirri-ciri berikut yakni;
1.      Peradaban Islam adalah yang dibawa,dihasilkan dan dilaksanakan orang Islam
2.      Peradaban yang berada di wilayah orang Islam
3.      Peraadaban yang bersemangatkan Islam.
Dalam babakan sejarah Islam terbagi kepada tiga periode besar[9] yaitu pertama, periode klasik, sejak zaman Nabi Muhammad Saw. Sampai dengan 1250 M yaitu sejak kelahiran pranata Islam di Madinah sampai keruntuhan Daulah Abbasiyah 1258 M di Baghdad. Kedua, periode pertengahan, termasuk didalamnya adalah masa kemunduran Islam dan masa kejayaan tiga kerajaan besar Islam; Turki Usmani, Mughal dan Safawi. Ketiga, peradaban Modern, termasuk masa kolonialisme dan imperialism Barat atas Islam. Berdasarkan periodesasi tersebut, peradaban Islam pada masa klasik masih dalam lingkup homogeny walaupun dalam proses asimilasi yang cepat. Yang dimaksudkan adalah yang berperan dalam pembentukan pranata social kemasyarakatan adalah orang Arab. Sehingga peradaban yang dimunculkan bernuansa Arab. Ini tidak berarti budaya local dari wilayah ekspansi Islam sudah ditinggalkan. Namun mengalami proses akulturasi. Maka yang terjadi adalah proses akulturasi yang melahirkan apa yang disebut local genius (sifat khas dan local) bias diartikan kemampuan menyerap sambil mengadakan seleksi pengolahan aktif terhadap pengaruh budaya asing sehingga, dapat dicapai suatu yang unik yang tidak terdapat di wilayah bangsa yang membawa pengaruh budaya tersebut[10] contoh par excellent adalah barzanji, teks shalawat dan lain-lain.
Anggapan bahwa peradaban Islam indenti dengan Arab dapat diterima sejauh pada periode awal masa klasik. Karena orang Arablah yang menguasai daerah Islam. Tetapi jika  memasuki masa pertengahan klasik dan seterusnya, tidaklah  tepat lagi untuk mengatakan peradaban Islam identik dengan Arab. Dengan demikian peradaban Islam memiliki wilayahh yang lebih luas dan beragam. Hal itu dimungkinkan karena pemahaman yang lebih luas dengan berbeda sudut pandang diantara wilayah Islam tersebut. Misalnya  jeins arsitektur dan pemerintahan di wilayah  Timur Tengah berbeda dengan bentuk masjid dan system feudal yang ada di Jawa. Di dalam perkembangan studi peradaban Islam, dikenal empat kawasan kajian yaitu; 1) Islam kawasan pengaruh Arab, 2), Islam  Kawasan pengaruh Persia, 3), Islam kawasan pengaruh Turki, 4), Islam kawasan pengaruh India.
Dalam kerangka pemahaman di atas, apa yang dilahirkan oleh budaya local sejauh hasil yang berasal dari akulturasi islam, maka dapat dibenarkan. Sehingga Islam dipahami membumi dan universal. Pada taraf akhir cukuplah dipahami Arab sebagai tempat lahirnya Islam dan arah kiblat umat Islam secara ortodoksi. Tetapi dalam kerangka peradaban yang lebih luas tidak mesti merujuk ke Arab. Sebaliknya merujuk kepada local genius yang dimiliki umat Islam.
Terlepas dari itu, akar budaya Islam kiranya telah tersembul keluar dari timbunan pemahaman keliru bahwa yang dikatakan budaya Islam adalah apa yang terdapat di dalam al-quran dan hadis. Padahal budaya Islam sesungguhnya adalah proses interpretasi yang tiada henti dari umat Islama sepanjang sejarah umat manusia terhadap al-Quran dan hadis yang terwujud ke dalam peradaban Islam.
IV.                Arti penting kajian Peradaban islam
1.      Mempengaruhi dan melandasi lahirnya peradaban barat Modern
Hal ini merupakan fakta yang sering dibantah atau dikaburkan oleh barat. Banyak pemikiran kesejarahan Barat yang berusaha memutus garis kesinambungan Islam dengan kemajuan Barat. Salah satu buktinya adalah kalau setiap eksperimen kehidupan modern di dunia Barat baik dalam pendidikan,teknologi, entertainment dll. Sering  dimulai pada masa Yunani kuno dan melompat pada masa pertengahan dan masa industry di Eropa.
Namun ada juga sarjana barat yang mengakui bahwa Peradaban islam mempengaruhi kemajuan dan kelahiran peradaban Eropa modern seperti yang diungkp oleh W. Montgomerry Watt dalam bukunya Islam dan Peradaban Dunia: Pengaruh Islam Atas Eropa Abad Pertengahan.[11]
2.      Menemukan akar persoalan kemajuan dan kemunduran umat Islam
3.      Mendapatkan landasan bagi kebangkitan peradaban islam di abad modern.
V.                  Khatimah.
Islam bukanlah kebudayaan. Tetapi islam menjadi prinsip dari kebudayaan islam yang kemudian melahirkan peradaban Islam. Peradaban Islam adalah proses interpretasi yan tida henti dari umat Islam  terhadap ajaran Islam dan menjelma dalam wujud benda dan wujud laku kebudayaan. Peradaban Islam tidaklah selalu indentik dengan Arab. Peradaban Islam adalah manifestasi akulturasi dan tradisi local pada setiap kawasan Islam.


Dalam literature antropologi kebudayaan  culture, civilization dan kebudayaan.
Culture dari bahasa latin, cultura kata kerjanya colo, colere yang berarti memelihara, mengerjakan atau mengolah.[12]
Menurut soerdjono Soekanto hal itu berarti bahwa memelihara dalam arti mengolah tanah dan bertani.
Atas dasar arti yang dikandungnya kebudayaan kemudian dimaknai sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam.
Menurut E.B Taylor kebudayaan adalah karya, rasa dan cipta yang bersifat integralistik[13]
Menurut Effat Syarqawi Kebudayaan adala apa yang kita rindukan (ideal) sedangkan peradaban adalah apa yang kita pergunakan (real). Kebudayaan terefleksikan ke dalam seni, sastra, religi dan moral. Sedangkan peradaban terefleksikan ke dalam politik, ekonomi, dan teknologi.[14]

Sivilization berasal dari kata Latin civis yang berarti warga Negara., civitas berarti warga Negara atau kota. Civilitas berarti kewarganegaraan.[15]

Kebudayaan masyarakat yang telah mencapai taraf perkembangan teknologi yang lebih tinggi disebut peradaban.

Menurut Marshal G. Hugdson, peradaban yaitu warisan budaya tinggi (khususnya yang dimulai dari masa-masa pra modern yang telah beradab)..

VI.                Identitas Peradaban Islam.
Kebudayaan Islam telah datang bersama aqidah agama
Aqidah agama timbul dan berkembang dengan sempurna dalam suatu lingkaran kebudayaan dan social yang lebih lama daripada aqidah agama itu sendiri sebagian dari lingkaran ini ada yang agak asing dari aqidah islam. Setelah kebudayaan asing lama itu layu, maka aqidah agama melahirkan suatu kebudayaan baru telah sewajarnya dinamakan dengan namanya karena tidak bias dibantah lagi bahwa kebudayaan yang baru itu tenttu membawa cirri-ciri istimewa daripada aqidah tersebut.[16]
Hal ini member dasar bagi pendapat bahwa Islam sesungguhnya tidak bersifat menghilangkan terhadap praktek budaya suatu masyarakat secara menyeluruh sebagai contoh kesenian. Tida ada alasan mengatakan bahwa Islam membenci kesenian. Karena aqidah  islam yang muncul abad 7 sebenarnya hidup dalam lingkaran kebudayaan besar Persia (imperium sasanid) dan Romawi (imperium Byzantium).
Hubungan agaman dengan kekuasaan dalam membentuk peradaban Islam. Tonybee berpendapat bahwa kepercayaan agama pada mulanya adalah merupakan ideology saja kemudian oleh penguasa dunia dipahami untuk menjamin tujuan-tujuan kebangsaan dan mencapai tujuannya sendiri.
Berkembangnya peradaban Islam yang cepat pada masa abad 9 dan 13 M adalah hasil pergerakan spontanitasa rakyat dan sekali-kali bukan karena tekanan politik  Islam tidaklah sebuah imperium yang kasar dan kejam.[17]
Islam pada wilayah yang dikuasainya rakyatnya tidak disuruh memilih antara Islam atau dibunuh, tetapi antara Islam dan pajak. Itu adalah suatu politik cemerlang yang dipuji oleh setiap pendapat. Pemilihan ini tidak juga dilaksanakan secara sewenang-wenang terhadap rakyat bukan islam pada masa pemerintahan Islam Daulah Umayyah.[18]























Tidak ada komentar:

Posting Komentar