I.
Pengantar
Pada
dekade pertengahan abad 20 M sekitar tahun 1950-an di dunia Islam terjadi upaya
merekonstruksi tentang pemikiran Islam terutama masalah realitas budaya Islam.
Diantaranya seperti apa yang didengungkan oleh Hasan Hanafi yang menggelorakan
semangat al-Turats wa al-Tajdid (peradaban
dan pembaharuan).[1]
Kemudian
ada lagi Syed Hossen Nasyr yang mengajak kembali kepada tradisi dan teks Islam.
Kemunculan ide besar di atas tidak lain karena melihat keterpurukan umat Islam
yang tidak berdaya menghadapi Barat. Ide-ide tersebut dianggap sebagai penunjuk
arah baru kebangkitan Islam. Tetapi pada saat bersamaan terdapat masalah di
sekitar budaya Islam. Sampai sekarang belum ditemukan rumusan yang jelas dan
disepakati tentang apa yang dimaksudkan dengan budaya Islam. Ketika merujuk ke
Arab, apa yang menjadi tradisi pada masyarakat di sana menjadi “baku bantah” di
saat mengidentifikasi apakah itu budaya Arab atau Isam? Masalah seperti ini
menghangat pada wilayah Islam yang lebih luas termasuk Indonesia.[2] Kalau
Syed Hossen Nasyr memasukan budaya Islam secara keseluruhan termasuk Arab pra
Islam. Lantas bagaimana kaitannya dengan budaya local pada wilayah Islam
lainnya seperti Indonesia? Termasuk di sini misalnya apa yang diagendakan Muhammadiyah
yaitu dakwah cultural. Agaknya perumusan kembali akar budaya Islam haruslah
menjadi point utama sebelum menjabarkan epistemology bangunan budaya Islam.
Karena dikhawatirkan budaya Islam yang ada tidak memiliki jati diri yang jelas
dan menganggap Islam adalah sebagai budaya itu sendiri. Maka dalam makalah
sederhana ini mencoba membahas tentang akar budaya Islam dimulai dengan
pertanyaan apakah yang dimaksudkan dengan budaya Islam?
II.
Kebudayaan
dan peradaban, sebuah pengertian dasar.
Penting
untuk diketahui disini bahwa antara
kebudayaan dan peradaban terdapat distingsi yang jelas. Persoalannya tidak
sesederhana mengatakan bahwa peradaban adalah sama dengan kebudayaan begitu
saja. Sebab, kebudayaan memiliki batas yang lebih luas dibandingkan dengan peradaban
itu sendiri, yakni dalam arti keseluruhan aspek budaya itu. Maka istilah
peradabanlah yang lebih tepat. Peradaban mencakup perwujudan dari budaya
individu dan masyarakat sebagai wujud semangat berkreasi yang menggerakkan
entitas masyarakat berbudaya dengan meninggalkan bekas yang nyata. Termasuk ke
dalam arti ini adalah peninggalan suatu masyarakat atau bangsa yang
terefleksikan ke dalam politik, ekonomi dan teknologi. Sebaliknya kebudayaan
menyempit pada wilayah seni dan moral. Jika dikatakan budaya suatu masyarakat,
tentunya asumsi yang tergambar adalah bentuk ritus, tarian dan seni lainnya.
Kebudayaan
dalam bahasa Arab disebut al-Tsaqafah, bahasa Inggris culture, yang merupakan hasil cipta rasa
dan karsa manusia. Hal itu sebagaimana definisi yang popular oleh E.B Taylor
dalam Primitive Culture yang
menyebutkan bahawa kebudayaan adalah hasil cipta rasa dan karsa manusia.
Kebudayaan dalam bahasa Indonesia dipahami berasal dari kata bodhi atau budi. Kata ini sebelumnya
erat kaitannya dengan kepercayaan Hindu. Kebudayaan selanjutnya adalah bentuk
ungkapan tentang semangat mendalam dalam suatu masyarakat. Dalam kajian
antropologi, kebudayaan memiliki tiga wujud yaitu (1), wujud idial, yaitu
kebudayaan sebagai suatu komplek ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma,
peraturan dan sebagainya, (2), wujud kelakuan, dan (3), wujud benda.[3] Jadi
dipahami bahwa wujud pertama merupakan landasan ideal dari peradaban. Karena
wujud kedua dan ketiga merupakan wilayah peradaban yang disebutkan di atas.
Peradaban
dalam bahasa Arab al-hadharah, dalam bahasa Inggris civilization, adalah manifestasi kemajuan mekanis dan teknologi
yang terefleksi dalam wujud perilaku dan benda.[4] Dengan
demikian dapat dipahami pula bahwa kebudayaan emncakup peradaban tetapi
sebaliknya peradaban tidak mencakup kebudayaan. Memang sebelumnya kedua istilah
ini ekuivalen. Pemahaman tersebut dapat diterima dalam kerangka sumber yang
sama yaitu ciptaan manusia (man creation).
Hubungan seperti inilah yang dianggap oleh sebagian orang bahwa budaya adalah
sama saja dengan peradaban. Namun berdasarkan perkembangan ilmu antropologi
yang menyatakan bahwa dalam arti implementasi, kedua istilah ini tidak
digandengkan atau berbeda penempatannya. Karena beberapa alas an yaitu; pertama, budaya sebagai wujud ideal
(norma-norma) termasuk hal immateri yang didapat dari perenungan manusia. Kedua, hal ini untuk memudahkan memahami
masyarakat yang lebih luas. Ketiga, untuk
membuat kerangka yang jelas mana yang dikatakan agama dan mana yang dikatakan
sebagai ciptaan manusia. Di sini, sampailah pada suatu pemahaman mendalam
tentang apa yang dikatakan kebudayaan dan apa yang dikatakan peradaban.
Kebudayaan identik kepada spirit, semangat mendalam dalam masyarakat. Sedangkan
peradaban merupakan manifestasi kemajuan mekanis dan teknologi. Pertanyaan kita
selanjutnya adalah bagaimana kaitannya dengan Islam? Apakah Islam sebuah
budaya? Apakah yang dikatakan budaya Islam)
Islam
dalam pengertian di sini adalah agama adalah agaman yang diwahyukan kepada Nabi
Muhammad Saw. Yang landasan pokoknya al-Quran dan Hadis Mutawatir. Jadi Batasan
Islam sangat jelas. Ia bukanlah ciptaan manusia. Ia adalah wahyu Tuhan.
Sehingga tidak dapat dikatakan bahwa Islam itu adalah budaya ciptaan manusia.
Lalu apa yang dipahami dari kebudayaan sebagai wujud ideal? Norma-norma?
Bukankah Islam adalah juga aturan-aturan?
Norma
yang ada dalam kebudayaan bukanlah norma dasar tetapi norma dalam arti
semangat. Norma yang lahir kemudian bersumber pada ajaran Islam. Jadi,
kebudayaan Islam bukanlah Islam (itu sendiri) melainkan kebudayaan yaitu
kebudayaan karya orang Islam yang “committed” atas agamanya.[5]
Bagaimana
peradaban Islam? Nisbah ketiga hal di atas adalah Islam merupakan landasan dari
kebudayaan Islam dan kebudayaan Islam
merupakan landasan bagi lahirnya peradaban Islam. Yakni al-Quran dan Sunnah
menjadi spirit atau budaya masyarakat Islam dalam membentuk kebudayaan yang
selanjutnya melahirkan peradaban Islam.
Dengan
demikian dapatlah dijabarkan titik perbedaan agama Islam dengan agama non
samawi (agama yang lahir dari pemikiran dan perenungan filosofis manusia).
Agama dalam pengertian non samawi ini menganggap kebudayaan sama dengan agama.
Sedangkan dalam Islam, Agama bukanlah kebudayaan tetapi dapat melahirkan
kebudayaan. Agama Islam mendorong pemeluknya untuk menciptakan kebudayaan dan
peradaban Islam. Lihat misalnya, QS Ali Imran 3: 189, QS. 58:11, QS 17:36, QS
22:46.
III.
Apakah
yang disebut peradaban Islam?
Berdasarkan
uraian dari kebudayaan dan peradaban di atas, maka yang dimaksudkan dengan
peradaban Islam adalah perwujudan (manifestasi) dari wujud prilaku dan benda
dari kebudayaan Islam yang bersumberkan kepada ajaran Islam . Namun dalam
kaitan ini haruslah dipertajam kembali tentang pemahaman Islam sebagai wahyu
dan doktrin pada satu sisi dengan Islam dalam arti manifestasi dari doktrin
tersebut. Termasuk ke dalam hal ini menganggap doktrin Islam sebagai sebuah
system credo sebagaimana pernyataan H.A.R. Gibb,”Islam is indeed much more than a system of theology, it is a complete
civilization[6]
pernyataan ini sering diterjemahkan sebagai; “Islam sesungguhnya lebih dari
sekedar sebuah agama, ia adalah suatu peradaban yang sempurna.[7]Masalah
selanjutnya adalah dimana domain atau ranah peradaban Islam itu? Banyak penulis
Barat yang menganggap peradaban Islam dan budaya Islam identik dan bahkan sama
dengan peradaban Arab. Anggapan seperti itu jika dipahami sepintas akan
membawakepada pemahaman bahwa Arablah sebagai center of Islam (pusat Islam). Wilayah di dunia ini bukan sebagai
pusat Islam melainkan sebagai daerah pinggiran atau meminjam istilah Nurcholish
Madjid “Islam peripheral”[8]
termasuk Indonesia yaitu tidak memiliki peradaban yang jelas dalam
hubungannya dengan Islam. Nurcholish Madjid menolak dengan tegas stigma Islam
pinggiran tersebut.
Hal
tersebut berkaitan dengan ciri dari peradaban Islam yang perlu dipahami.
Kapankah sebuah peradaban dikatakan sebagai peradaban Islam? Pertanyaan ini
membawa kepada dua hal yang urgen untuk dibahas yakni pertama; tidak semua
peradaban dikategorikan Islam. Kedua, peradaban Islam menyangkut paling tidak
cirri-ciri berikut yakni;
1.
Peradaban
Islam adalah yang dibawa,dihasilkan dan dilaksanakan orang Islam
2.
Peradaban
yang berada di wilayah orang Islam
3.
Peraadaban
yang bersemangatkan Islam.
Dalam
babakan sejarah Islam terbagi kepada tiga periode besar[9] yaitu
pertama, periode klasik, sejak zaman Nabi Muhammad Saw. Sampai dengan 1250 M
yaitu sejak kelahiran pranata Islam di Madinah sampai keruntuhan Daulah
Abbasiyah 1258 M di Baghdad. Kedua,
periode pertengahan, termasuk didalamnya adalah masa kemunduran Islam dan masa
kejayaan tiga kerajaan besar Islam; Turki Usmani, Mughal dan Safawi. Ketiga, peradaban Modern, termasuk masa
kolonialisme dan imperialism Barat atas Islam. Berdasarkan periodesasi
tersebut, peradaban Islam pada masa klasik masih dalam lingkup homogeny
walaupun dalam proses asimilasi yang cepat. Yang dimaksudkan adalah yang
berperan dalam pembentukan pranata social kemasyarakatan adalah orang Arab.
Sehingga peradaban yang dimunculkan bernuansa Arab. Ini tidak berarti budaya
local dari wilayah ekspansi Islam sudah ditinggalkan. Namun mengalami proses
akulturasi. Maka yang terjadi adalah proses akulturasi yang melahirkan apa yang
disebut local genius (sifat khas dan
local) bias diartikan kemampuan menyerap sambil mengadakan seleksi pengolahan
aktif terhadap pengaruh budaya asing sehingga, dapat dicapai suatu yang unik
yang tidak terdapat di wilayah bangsa yang membawa pengaruh budaya tersebut[10] contoh
par excellent adalah barzanji, teks shalawat dan lain-lain.
Anggapan
bahwa peradaban Islam indenti dengan Arab dapat diterima sejauh pada periode
awal masa klasik. Karena orang Arablah yang menguasai daerah Islam. Tetapi
jika memasuki masa pertengahan klasik
dan seterusnya, tidaklah tepat lagi
untuk mengatakan peradaban Islam identik dengan Arab. Dengan demikian peradaban
Islam memiliki wilayahh yang lebih luas dan beragam. Hal itu dimungkinkan
karena pemahaman yang lebih luas dengan berbeda sudut pandang diantara wilayah
Islam tersebut. Misalnya jeins
arsitektur dan pemerintahan di wilayah
Timur Tengah berbeda dengan bentuk masjid dan system feudal yang ada di
Jawa. Di dalam perkembangan studi peradaban Islam, dikenal empat kawasan kajian
yaitu; 1) Islam kawasan pengaruh Arab, 2), Islam Kawasan pengaruh Persia, 3), Islam kawasan
pengaruh Turki, 4), Islam kawasan pengaruh India.
Dalam
kerangka pemahaman di atas, apa yang dilahirkan oleh budaya local sejauh hasil
yang berasal dari akulturasi islam, maka dapat dibenarkan. Sehingga Islam
dipahami membumi dan universal. Pada taraf akhir cukuplah dipahami Arab sebagai
tempat lahirnya Islam dan arah kiblat umat Islam secara ortodoksi. Tetapi dalam
kerangka peradaban yang lebih luas tidak mesti merujuk ke Arab. Sebaliknya
merujuk kepada local genius yang dimiliki umat Islam.
Terlepas
dari itu, akar budaya Islam kiranya telah tersembul keluar dari timbunan
pemahaman keliru bahwa yang dikatakan budaya Islam adalah apa yang terdapat di
dalam al-quran dan hadis. Padahal budaya Islam sesungguhnya adalah proses
interpretasi yang tiada henti dari umat Islama sepanjang sejarah umat manusia
terhadap al-Quran dan hadis yang terwujud ke dalam peradaban Islam.
IV.
Arti
penting kajian Peradaban islam
1.
Mempengaruhi
dan melandasi lahirnya peradaban barat Modern
Hal
ini merupakan fakta yang sering dibantah atau dikaburkan oleh barat. Banyak
pemikiran kesejarahan Barat yang berusaha memutus garis kesinambungan Islam
dengan kemajuan Barat. Salah satu buktinya adalah kalau setiap eksperimen
kehidupan modern di dunia Barat baik dalam pendidikan,teknologi, entertainment
dll. Sering dimulai pada masa Yunani
kuno dan melompat pada masa pertengahan dan masa industry di Eropa.
Namun
ada juga sarjana barat yang mengakui bahwa Peradaban islam mempengaruhi
kemajuan dan kelahiran peradaban Eropa modern seperti yang diungkp oleh W.
Montgomerry Watt dalam bukunya Islam
dan Peradaban Dunia: Pengaruh Islam Atas Eropa Abad Pertengahan.[11]
2.
Menemukan
akar persoalan kemajuan dan kemunduran umat Islam
3.
Mendapatkan
landasan bagi kebangkitan peradaban islam di abad modern.
V.
Khatimah.
Islam
bukanlah kebudayaan. Tetapi islam menjadi prinsip dari kebudayaan islam yang
kemudian melahirkan peradaban Islam. Peradaban Islam adalah proses interpretasi
yan tida henti dari umat Islam terhadap
ajaran Islam dan menjelma dalam wujud benda dan wujud laku kebudayaan.
Peradaban Islam tidaklah selalu indentik dengan Arab. Peradaban Islam adalah
manifestasi akulturasi dan tradisi local pada setiap kawasan Islam.
Dalam
literature antropologi kebudayaan
culture, civilization dan kebudayaan.
Culture
dari bahasa latin, cultura kata kerjanya colo, colere yang berarti memelihara,
mengerjakan atau mengolah.[12]
Menurut
soerdjono Soekanto hal itu berarti bahwa memelihara dalam arti mengolah tanah
dan bertani.
Atas
dasar arti yang dikandungnya kebudayaan kemudian dimaknai sebagai segala daya
dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam.
Menurut
E.B Taylor kebudayaan adalah karya, rasa dan cipta yang bersifat integralistik[13]
Menurut
Effat Syarqawi Kebudayaan adala apa yang kita rindukan (ideal) sedangkan peradaban
adalah apa yang kita pergunakan (real). Kebudayaan terefleksikan ke dalam seni,
sastra, religi dan moral. Sedangkan peradaban terefleksikan ke dalam politik,
ekonomi, dan teknologi.[14]
Sivilization
berasal dari kata Latin civis yang berarti warga Negara., civitas berarti warga
Negara atau kota. Civilitas berarti kewarganegaraan.[15]
Kebudayaan
masyarakat yang telah mencapai taraf perkembangan teknologi yang lebih tinggi
disebut peradaban.
Menurut
Marshal G. Hugdson, peradaban yaitu warisan budaya tinggi (khususnya yang
dimulai dari masa-masa pra modern yang telah beradab)..
VI.
Identitas
Peradaban Islam.
Kebudayaan
Islam telah datang bersama aqidah agama
Aqidah
agama timbul dan berkembang dengan sempurna dalam suatu lingkaran kebudayaan
dan social yang lebih lama daripada aqidah agama itu sendiri sebagian dari
lingkaran ini ada yang agak asing dari aqidah islam. Setelah kebudayaan asing
lama itu layu, maka aqidah agama melahirkan suatu kebudayaan baru telah
sewajarnya dinamakan dengan namanya karena tidak bias dibantah lagi bahwa
kebudayaan yang baru itu tenttu membawa cirri-ciri istimewa daripada aqidah
tersebut.[16]
Hal
ini member dasar bagi pendapat bahwa Islam sesungguhnya tidak bersifat
menghilangkan terhadap praktek budaya suatu masyarakat secara menyeluruh
sebagai contoh kesenian. Tida ada alasan mengatakan bahwa Islam membenci
kesenian. Karena aqidah islam yang
muncul abad 7 sebenarnya hidup dalam lingkaran kebudayaan besar Persia
(imperium sasanid) dan Romawi (imperium Byzantium).
Hubungan
agaman dengan kekuasaan dalam membentuk peradaban Islam. Tonybee berpendapat
bahwa kepercayaan agama pada mulanya adalah merupakan ideology saja kemudian
oleh penguasa dunia dipahami untuk menjamin tujuan-tujuan kebangsaan dan
mencapai tujuannya sendiri.
Berkembangnya
peradaban Islam yang cepat pada masa abad 9 dan 13 M adalah hasil pergerakan
spontanitasa rakyat dan sekali-kali bukan karena tekanan politik Islam tidaklah sebuah imperium yang kasar dan
kejam.[17]
Islam
pada wilayah yang dikuasainya rakyatnya tidak disuruh memilih antara Islam atau
dibunuh, tetapi antara Islam dan pajak. Itu adalah suatu politik cemerlang yang
dipuji oleh setiap pendapat. Pemilihan ini tidak juga dilaksanakan secara
sewenang-wenang terhadap rakyat bukan islam pada masa pemerintahan Islam Daulah
Umayyah.[18]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar