Jumat, 21 Desember 2012

BUCHARI BIN MUCHTAR: KONSEP TAFSIR TAHLILI

BUCHARI BIN MUCHTAR: KONSEP TAFSIR TAHLILI: KONSEP-KONSEP TAFSIR TAHLILI A. PENDAHULUAN Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril as dalam bahasa Ar...

Rabu, 19 Desember 2012

Perlukah UN (Ujian Nasional?)

polemik tentang pelaksanaan ujian nasional (UN) selalu hangat diperbincangkan. sikap dan argumen Pro-kontra menjadi silih berganti mengiringi pelaksanaan UN tersebut. Berdasarkan apa yang diperdebatkan, maka terdapat beberapa masalah pokok yang perlu diluruskan yaitu;
1. Hakikat penilaian dalam sistem pendidikan
2. Penyetaraan dan pemerataan pendidikan
3. Otonomi daerah dan kaitannya dengan pendidikan
masalah pokok ini jika diluruskan dan dipahamkan sejak awal maka persoalan UN menjadi jelas dan tidak menjadi polemik berkepanjangan.
masalah pertama adalah hakikat penilaian dalam sistim pendidikan, sistim pendidikan dimaknai sebagai keseluruhan bagian/unsur/komponen pendidikan yang bersinergi guna mencapai tujuan pendidikan. unsur/komponen pendidikan sudah jelas terdapat tiga hal pokok yaitu tujuan (kompetensi), proses (termasuk di dalamnya prosedur, rencana, metode, strategi, media, sumber dan pendidik) dan evaluasi. keseluruhan unsur tersebut menyatu/integral dalam kurikulum pendidikan. kurikulum adalah simpulan dari tiga unsur tersebut. jika salah satu dari unsur tersebut hilang maka sistim pendidikan tidak berjalan baik dan pincang. hasilnyapun sudah bisa ditebak akan kabur dan tidak jelas. apakah setiap unsur penting dari yang lainnya? apakah bisa ditutupi dengan unsur lainnya? jawabnya adah tidak sama sekali. tidak ada yang lebih penting dari masing2 unsur kecuali ketiga unsur tersebut diwujudkan. tidak bisa satu unur saja yang dijalanka. apalagi menyangkut dengan evaluasi. jika evaluasi dihilangkan maka tujuan dan proses menjadi kabur makna.
masalahnya bagaimana evaluasi itu dijalankan? apakah dengan UN?


Evaluasi memerlukan instrumen pelaksanaannya. Evluasi adalah sebuah kegiatan pengumpulan data dan mengolah data tersebut menjadi informasi. Data yang dikumpulkan terdiri dari dua cara yaitu Tes dan Non Tes. Tes adalah instrumen pengumpulan data melalui soal yang harus dijawab oleh testee (peserta didik). Sedangkan Non Tes adalah isntrumen pengumpulan data melalui proses, unjuk kerja dan karya dari peserta didik.
UN merupakan bentuk pelaksanaan evaluasi dengan instrumen Tes. Pelaksanaan Tes dipergunakan jika dipergunakan secara luas dan terjadwal.
Secara teoritis, pelaksanaan UN telah memenuhi unsur dari sistim pendidikan.  Di samping itu, melalui UN diperoleh informasi tentang pendidikan di seluruh tanah air. Melalui informasi dari hasil UN dapat dipetakan kondisi dan situasi pendidikan. Informasi tersebut berguna bagi penentuan kebijakan dan pengembangan pendidikan serta berguna bagi standarisasi SDM dalam kaitannya dengan pembangunan bangsa. Informasi tentang keberhasilan pendidikan, tentang perkembangan pendidikan di tanah air tidak dapat diketahui kecuali melalui tes yaitu UN. melalui
Berdasarkan kajian teoritis tersebut, maka kurang tepat jika UN disebut sebagai kegiatan yang sia-sia atau tidak berdampak pada pendidikan. Justru pelaksanaan UN hakikinya telah melaksanakan sistim pendidikan.
Masalahnya adalah kenyataan pada praktik pelaksanaannya apakah sesuai dengan prinsip dari evaluasi? Hal inilah yang menjadi batu sandungan dan menjadi titik lemah dari pelaksanaan UN tersebut. Apalagi dikaitkan dengan otonomi daerah, dimana pendidikan dikelola oleh pemerintah daerah. Kondisi tersebut menyebabkan pendidikan di daerah terseret kepada ranah politik praktis (guru, karyawan adalah bawahan langsung dari kepala daerah). Disinilah prinsip evaluasi mulai tergerus dan bahkan hilang sama sekali. Prinsip objektifitas misalnya berganti menjadi subjektifitas hanya karena berkaitan dengan situasi politik di daerah. Banyak kasus guru yang harus melupakan prinsip evaluasi karena tekanan politik dari atasan serta lingkungan. karena kepentingan kepala daerah yang mengingkan nilai siswa tinggi maka segala cara licik dilakukan meskipun dipermukaan tampak objektif.
Pengalaman penulis menjadi tim pemantau independen (TPI) dari perguruan tinggi, praktik kecurangan dalam pelaksanaan UN telah umum dan merata disemua daerah. laporan tentang kecurangan itu tidak ditindaklanjuti secara serius, hal ini bisa jadi karena kewenangan pendidikan yang besar pada daerah dan tumpang tindih kewenangan antara kementerian, kanwil dan diknas yang notabene bawahan langsung kepala daerah. menteri tidak punya kewenangan intervensi langsung ke sekolah, karena bukan kewenangan menteri. menteri juga tidak dapat berbuat apa-apa terhadap kecurangan yang dilakukan oleh kepala daerah. karena kepala daerah tidak bertanggungjawab pada menteri atau presiden sekalipun. bahkan banyak kepala dinas dan kepala sekolah serta pengangkatan guru PNS yang tidak sesuai dengan standar kompetensi terjadi di daerah. mereka diangkat hanya karena relasi politik semata bukan karena kompetensi.
kondisi tersebut tidak membuat kita menafikan kejuuran dan objektifitas yang ada di daerah, hanya saja karena mereka tersingkir dan di bawah tekanan politik menjadikan mereka dipaksa mengikuti keadaan dan pendidikan lagi-lagi mejadi korbannya.
ekses negatif lainya adalah pada diri siswa telah tertanam cara berfikir instan dan enteng. mereka cukup membayar uang sekian kepada sekolah tanpa persiapan untuk ikut UN. karena mereka sudah pasti lulus dengan nilai yang baik meskipun tidak belajar sam sekali. siswa yang rajin dan potensial menjadi terpengaruh.
Mengatasi masalah ini, mau tak mau harus dipikirkan kembali mengenai kewenangan pendidikan dalam sistim otonomi daerah. Karena ekses yang ditimbulkan hampir di semua daerah pendidikan terseret pada wilayah politik yang berbahaya bagi kelangsungan bangsa. Jika pendidikan tidak menjadi dirinya sendiri dalam pelaksanaannya maka pertanda bahwa masyarakat atau bangsa akan mundur. Pendidikan adalah sokoguru bangsa yang harus bebas dari politik kepentingan dan kekuasaan tertentu.
Masalah lain adalah mengenai pemerataan standar UN, secara konsep memang begitu adalnya dari sebuah konstruksi tes. Tidak mungkin konstruksi tes dibuat tinggi rendah. Hal itu menjadi rancu dan kabur makna. UN adalah tes standar yang telah memenuhi validitas dan reliabilitas tinggi. Hal ini tidak mungkin disesuaikan dengan kondisi pendidikan pada suatu daerah atau sekolah dengan menurunkan standar tes tersebut. Justru dengan adanya tes standar tersebut diperoleh informasi tingkat pencapaian dari standar yang ditetapkan. Pengukuran menjadi mudah dan jelaslah kondisi pendidikan. Melalui informasi tersebut diolah menjadi nilai kesetaraan yang harus dicapai serta seberapa jauh jarak nilai yang harus dipenuhi (dalam teori evaluasi disebut  penyetaraan tes). Dengan demikian upaya peningkatan SDM bisa dilakukan bagi daerah atau sekolah yang jarak penyetaraan tesnya tinggi. Hal inilah yang dituntut secara prinsip dari pemerataan pembangunan.
Bagaimana dengan kelulusan siswa?
Masalah ini juga menjadi alasan dari penolakan UN, sebenarnya UN sebagai instrumen evaluasi tidak serta merta menjadi keputusan. Pengambilan keputusan kelulusan tidak bisa ditetapkan dengan satu isntrumen saja. Kelulusan berkaitan dengan non tes yang hanya diketahui dari informasi sekolah (guru). Dengan demikian kurang tepat jika informasi UN dijadikan keputusan untuk menetapkan kelulusan.
kelulusan siswa tidak bergantung pada tes semata, tapi mencakup keseluruhan proses pendidikan yang dia ikuti selama di sekolah. Sehingga masalah lulusnya siswa ditentukan dari akumulasi niali UN ditambah dengan nilai proses pendidikan di sekolah.
Jadi tidak tepat pula untuk mengatakan semua harus diserahkan kepada sekolah tanpa dibantu dengan UN. Karena ini akan menyebabkan standar tes tidak dimiliki. Hanya saja ini mejadi penentuan peringkat kelulusan.
Memang harus diakui kondisi pendidikan yang tidak sama di semua daerah dan perkotaan menyebabkan UN memberikan informasi beragam. Tidak adil jika menyamaratakan kondisi sarana prasaran sekolah yang amburadul dengan sarana prasarana sekolah yang lengkap.
Jadi msalah kelulusan tidak menjadikan UN dihapuskan atau dihilangkan, tetapi UN tidak menjadi satu-satunya keputusan tentang kelulusan.
Berdasarkan ulasan di atas, kiranya dapat disimpulkan melalui rekomendasi yang dapat kita sampaikan  di bawah ini;
1.       Perlu dikaji ulang pendidikan dalam sistim otonomi daerah, (sebab kewenangan yang sangat besar pada kepala daerah menyebabkan pendidikan terseret politik kepentingan dan kekuasaan)
2.       Kelulusan siswa tidak melalui hasil UN saja
3.       Informasi hasil UN hendaknya ditindaklanjuti dengan peningkatan mutu pendidikan di daerah yang rendah nilai UNnya.

Pendidikan adalah sokoguru suatu bangsa, pendidikan maju maka majulah suatu bangsa, pendidikan mundur maka mundurlah suatu bangsa.

Senin, 26 November 2012

JENIS, PENDEKATAN DAN RANCANGAN PENELITIAN



JENIS, PENDEKATAN DAN RANCANGAN PENELITIAN
(Disampaikan Dalam Acara Pelatihan Analisis Data Penelitian Skripsi Prodi Matematika
 DI AUDITORIUM STAIN KERINCI 24 NOVEMBER 2012).

OLEH: NORMAN OHIRA

I.  PENGERTIAN PENELITIAN
RESEARCH (INGGRIS, DIINDONESIAKAN MENJADI RISET) ARTINYA MENEMUKAN KEMBALI, MENCARI, MENGUMPULKAN (GATHERING)
PENELITIAN ADALAH PROSES KEGIATAN MENEMUKAN KEMBALI ATAU MEMBUKTIKAN KEBENARAN ILMIAH MELALUI DATA.
II.JENIS
SEBELUM MEMAHAMI JENIS PENELITIAN, TERLEBIH DAHULU HARUS DIPAHAMI BAHWA TERDAPAT BANYAK JENIS DAN RAGAM METODE PENELITIAN. TIDAK ADA SATU PUN YANG LEBIH BAGUS DARI YANG LAIN ATAU SEBALIKNYA. DALAM PENELITIAN YANG HARUS DIPERHATIKAN ADALAH KEJELASAN DARI PROSEDUR DARI JENIS PENELITIAN YANG DIGUNAKAN TERMASUK DI DALAMNYA KESESUAIAN DENGAN PERMASALAHAN YANG HENDAK DIJAWAB SERTA DATA YANG DIGUNAKAN.
1. BERDASARKAN PARADIGMA ILMIAH
A.   KUANTITATIF
PENELITIAN KUANTITATIF ADALAH PENELITIAN YANG MENDASARKAN KEPADA POSTULAT PROBABILITAS DARI GEJALA ILMIAH DENGAN DATA ANGKA SEBAGAI DASAR POKOK PENELITIAN.
B.   KUALITATIF
PENELITIAN KUALITATIF ADALAH PENELITIAN YANG MENDASARKAN KEPADA FENOMENA ATAU GEJALA ALAMIAH DENGAN DATA MAKNA/VERBAL SEBAGAI DASAR POKOK PENELITIAN.
C.   MIXED RESEARCH
ADALAH PENELITIAN YANG DIDASARI OLEH KENYATAAN FENOMENA ALAMIAH DAN ILMIAH TIDAK BERDIRI SENDIRI, SEHINGGA DIPERLUKAN KEDUA PARADGIMA PENELITIAN YAITU KUALITATIF DAN KUANTITATIF. DALAM IMPLEMENTASINYA, MIXED RESEARCH TIDAK MENETAPKAN METODE TERSENDIRI TETAPI TETAP DIDASARKAN KEPADA SALAH SATU DARI KUALITATIF ATAU KUANTITATIF HANYA SAJA BERGANTUNG KEPADA JENIS MANA YANG DOMINAN.
D.   RESEARCH AND DEVELOPMENT
DISEBUT JUGA PENELITIAN PENGEMBANGAN. ADALAH PENELITIAN YANG MENGHASILKAN PRODUK BAIK PRODUK BARU MAUPUN MENGEMBANGKAN/INOVASI DARI PRODUK YANG TELAH ADA.
DALAM PENDIDIKAN CONTOHNYA ADALAH PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN, MODEL PEMBELAJARAN, BAHAN AJAR MATEMATIKA DLL.
2. BERDASARKAN HUBUNGAN VARIABEL
A. KORELASI
MELIHAT HUBUNGAN ANTARA VARIABEL DARI GEJALA ILMIAH/ALAMIAH.
B. ASOSSIATIF
HUBUNGAN KESESUAIAN, KETEPATAN VARIABEL YANG SATU DENGAN YANG LAIN
C. KOMPARATIF
HUBUNGAN ATAU PENGARUH YANG MEMPERLIHATKAN PERBEDAAN ANTARA SATU VARIABEL DENGAN VARIABEL LAINNYA.
E.    EKSPERIMEN
PENELITIAN DENGAN MEMPERLAKUKAN/PERLAKUAN ATAU TREATMEN TERHADAP KELOMPOK POPULASI DENGAN MENGONTROL PADA KELOMPOK POPULASI YANG LAINNYA. POPULASI DISINI BISA DIWAKILI OLEH KELOMPOK SAMPEL.
1. TRUE EXPERIMENT
2. QUASI EXPERIMENT
3. SIMPLE EXPERIMENT
a. satu percobaan awal
b. dua percobaan awal dan akhir
c. satu percobaan akhir
3. BERDASARKAN PEJABARAN DATA
A. DESKRIPTIF
DESKRIPTIF ADALAH PENELITIAN YANG MENJELASKAN FENOMENA ILMIAH/ALAMIAH APA ADANYA. DESKRIPTIF DISINI BERBEDA DENGA DESKRIPTIF DALAM RANCANGAN PENELITIAN KUANTITATIF.
B. HISTORIS
PENELITIAN YANG MEREKONSTRUKSI PERSITIWA MASA LAMPAU.
4. BERDASARKAN LINGKUP POPULASI/WILAYAH
A. Studi kasus
B. SURVEY
5.  BERDASARKAN TUJUAN
A. PENELITIAN AKADEMIS
B. PENELITIAN TERAPAN/SPONSORSHIP.
C. PENELITIAN EVALUATIF.

ADA YANG PERLU DIINGAT BAHWA DALAM PENENTUAN JENIS PENELITIAN YANG AKAN DIGUNAKAN HARUS MENYESUAIKAN KEPADA MASALAH DENGAN MEMEPERHATIKAN HAL BERIKUT;
1.       RUMUSAN MASALAH YANG HENDAK DIJAWAB.
RUMUSAN MASALAH BERASAL DARI GEJALA ATAU DIAGNOSA DARI PERISTIWA ATAU FENOMENA YANGG SUDAH DAPAT DITENTUKAN JENIS PENELITIAN APA YANGG SESUAI.
MISALNYA;
GEJALA YANG TERJADI ADALAH METODE BELAJAR MATEMATIKA PADA SEKOLAH X MENGHASILKAN NILAI DIBAWAH KKM. MUNCUL MASALAH BAGAIMANA JIKA DIGUNAKAN METODE LAIN SEPERTI METODE KOLABORATIF TIPE JIG SAW. RUMUSAN MASALAHNYA DALAH APAKAH METODE KOLABORATIF TIPE JIGSAW DAPAT MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SEKOLAH X?

BERDASARKAN  HAL ITU SUDAH DAPAT DIPERKIRAKAN JENIS PENELITIAN YANG DIGUNAKAN YAITU PENELITIAN EKSPERIMEN. BEGITU JUGA DENGAN GEJALA/ MASALAH YANG LAINNYA.
2.       MEMEPERHATIKAN DATA APA YANG HENDAK DIGUNAKAN DALAM PEMECAHAN MASALAH.
JIKA DATA YANG HENDAK DIGUNAKAN ADALAH DATA  SELAIN ANGKA MAKA PARADIGMA PENELITIAN ADALAH PENELITIAN KUALITATIF.
JIKA DATA YANG DIGUNAKAN ADALAH DATA ANGKA, MAKA PENELITIAN YANG DIGUNAKAN ADALAH KUANTITATIF

3.       TUJUAN DAN KEGUNAAN.


III.       PENDEKATAN DALAM PENELITIAN

APPROACH BUKAN METODE PENELITIAN TETAPI KERANGKA BERFIKIR YANG MELANDASI METODE PENELITIAN YANG DILAKUKAN.
JADI PENDEKATAN PENELITIAN ADALAH KONSEP PEMIKIRAN YANG DIGUNAKAN DALAM LINGKUP PENELITIAN.

MISALNYA,  PENELITIAN TENTANG RENDAHNYA MINAT SISWA BELAJAR MATEMATIKA. METODE PENELITIANNYA ADALAH KUALITATIF, DESKRIPTIF. PADA PENELITIAN INI DAPAT DIGUNAKAN PENDEKATAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN UNTUK MEMEBANTU MEMAHAMI KONSEP MINAT SISWA.

HARUS DIINGAT BAHWA KONSEP PEMIKIRAN YANG DIMAKSUDKAN TIDAK DIJELASKAN EKSPLISIT ATAU DIURAIKAN, KEBANYAKAN HANYA DICANTUMKAN DALAM BENTUK SUBBAHASAN PENDEKATAN PENELITIAN. NAMUN PENDEKATAN PENELITIAN HARUS SESUAI DENGAN KAJIAN PUSTAKA/TEORI YANG MELANDASI PEMECAHAN MASALAH.

JANGAN SAMPAI TERJADI PENDEKATAN YANG DIGUNAKAN ADALAH SOSIOLOGI PENDIDIKAN PADAHAL MASALAH PENELITIAN ADALAH APAKAH TERDAPAT EFEKTIFITAS METODE LINGKARAN BESAR LINGKARAN KECIL. (UJI HIPOTESIS). SEHARUSNYA PENDEKATAN YANG DIGUNAKAN ADALAH PENDEKATAN DESAIN PEMBELAJARAN .

MESKIPUN DEMIKIAN, PENDEKATAN SERING DITENTUKAN SECARA UMUM, SEPERTI PENDEKATAN SOSIAL, PENDEKATAN PENDIDIKAN, P[ENDEKATAN AGAMA DLL…
SEBAIKNYA PENDEKATAN YANG DIGUNAKAN DINYATAKAN SECARA SPESIFIK SEHINGGA TIDAK MENIMBULKAN BIAS PEMIKIRAN.

IV.       RANCANGAN PENELITIAN
DISEBUT JUGA DESAIN PENELITIAN. DESAIN PENELITIAN BERBEDA DENGAN LAPORAN PENELITIAN (SKRIPSI, TESIS, DISERTASI, LAPORAN). DESAIN PENELITIAN MERUJUK KEPADA PROSEDUR DAN LANGKAH PENELITIAN YANG DIGUNAKAN. UMUMNYA MENGACU KEPADA PARADIGMA PENELITIAN YANG DIGUNAKAN.
DESAIN PENELITIAN TERMUAT DALAM RANCANGAN PROPOSAL PENELITIAN.
DESAIN PENELITIAN KUALITIATIF SEPERTI PRIAMIDA BIASA, SEDANGKAN RANCANGAN PENELITIAN KUANTITATIF SEPERTI PIRAMIDA TERBALIK. MAKSUDNYA ADALAH KUALITATIF  TIDAK MENUNTUT RANCANGAN YANMG RIGID (KAKU) CUKUP MEMUAT FOKUS PENELITIAN YANG JELAS KARENA AKAN BERKEMBANG DALAM PROSES PENELITIAN. SEDANGKAN KUANTITATIF MENUNTUT ADANYA KEJELASAN SEMENJAK AWAL PENELITIAN KARENA PROSES PENELITIAN HANYA BERURUSAN DENGAN INSTRUMEN PENELITIAN YANG TELAH DIANGGAP ABSAH.

KUALITATIF                                                                                                            KUANTITATIF


 







NAMUN HARUS DIINGAT BAHWA APAPUN JENIS PENELITIANNYA, DESAIN PENELITIAN HARUS MEMUAT URAIAN METODE PENELITIAN SECARA JELAS DAN DISERTAI DENGAN INSTRUMEN PENELITIANNYA.
BIASANYA DALAM PROPOSAL PADA BAB 3.
SEDANGKAN URAIAN DARI RANCANGAN TERSEBUT MENYESUAIKAN DENGAN PEDOMAN PELAPORAN YANG BERLAKU.

RUMUSAN PERTANYAAN TIDAK MENGIKAT DAN TIDAK MENJADI DASAR PENENTUAN DARI METODE PENELITIAN.
MISALNYA ADA KEKELIRUAN DALAM MEMAHAMI PERTANYAAN BAGAIMANA PROSES PEMBELAJARAN? METODE KUANTITATIF DAPAT MENJAWAB PERTANYAAN TERSEBUT MELALUI ANALISIS DATA DESKRIPTIF MESKIPUN TIDAK SEDALAM KUALITATIF. JADI TIDAK MESTI MENAMBAHKAN INSTRUMEN WAWANCARA SEBAGAIMANA DALAM KUALITATIF. BISA DILAKUKAN MELALUI LEMBAR OBSERVASI ATAU STATISTIK DESKRIPTIF. PROSES PEMBELAJARAN BISA DIURAIKAN DENGAN MENJELASKAN RATA-RATA BELAJAR, DISIPLIN, RATA-RATA NILAI, FREKUENSI BELAJAR DAN LAIN-LAIN.
BEGITU JUGA SEBALIKNYA KUALITIATIF DAPAT MENJAWAB PERTANYAAN KUANTITATIF MELALUI DATA DOKUMENTASI MESKIPUN TIDAK MENGUJI HIPOTESIS. SEPERTI PENGARUH BELAJAR AKTIF TERHADAP HASIL BELAJAR. BISA DICANTUMKAN DOKUMENTASI NILAI BELAJAR YANG MENINGKAT DARI NILAI SEBELUMNYA. INI MEMPERKUAT DATA WAWANCARA MENDALAM. HAL INILAH YANG MENJADI DASAR DARI MIXED RESEARCH, MESKIPUN TIDAK DIJELASKAN SECARA JELAS.

HANYA SAJA PENELITIAN TERSEBUT TETAPLAH DIKATEGORIKAN KEPADA DESAIN AWAL APAKAH DIA KUALITATIF ATAUPUN KUANTITATIF.
JIKA INGIN MENGGUNAKAN PENELITIAN GABUNGAN, MAKA JUGA HARUS DITETAPKAN SEMENJAK AWAL.

KEMUDIAN DALAM HAL PENELITIAN KUANTITATIF, ADA KEKELIRUAN MEMAHAMI KONSEP TEORI ATAU HIPOTESIS.
SEBAGIAN MENGANGGAP HIPOTESIS DIBANGUN MELALUI AZAS PERKIRAAN SEMATA. PADAHAL HIPOTESIS YANG KALIMATNYA SEDERHANA 2 ATAU 3 BARIS ITU DIBANGUN MELALUI KAJIAN TEORI BIASANYA PADA BAB II KAJIAN TEORI/PUSTAKA.
SEBAGIAN MAHASISWA KHUSUSNYA MENGANGGAP TEORI HANYA SEKEDAR PELENGKAP, PADAHAL PENELITIAN APAPUN DAN TERUTAMA KUANTITATIF HARUS DAN WAJIB DIBANGUN MELALUI TEORI YANG KUAT.
ALBERT EINSTEIN MENGATAKAN BAHWA SEBENNARNYA PENGETAHUAN YANG KITA JALANI ADALAH REDUPLIKASI DARI TEORI SEPANJANG ZAMAN.
MAKANYA JANGAN MENGAJUKAN HIPOTESIS JIKA TEORI YANG ANDA AJUKAN LEMAH. TERMASUK DALAM PENULISAN NANTINYA RUJUKAN YANG DIGUNAKAN TIDAK RELEVAN DAN DITOLAK DALAM PRINSIP ILMIAH MISALNYA MENGGUNAKAN RUJUKAN BLOGSPOT ATAU WORDPRESS. ATAU BUKU STENSILAN. DAN BAHKAN JUMLAH RUJUKAN HARUSLAH MEMADAI DAN REPRESENTATIF/RELEVAN.

TIDAK ADA SIGNIFIKANSI DARI DATA YANG DIANALISIS JIKA HIPOTESIS YANG DIBANGUN TIDAK DIDUKUNG OLEH TEORI YANG KUAT.

Jumat, 02 November 2012

Pemimpin dan Teladan

Pemimpin adalah orang yang didahulukan selangkah ditinggikan seranting. pemimpin adalah orang pertama dan terakhir, ia mengeluarkan pagi dan memasukan sore. pemimpin adalah orang yang dihukum dulu sebelum berbuat (ke atas tak berpucuk, ke bawah tak berakar dan ditengah digirik kumbang). pemimpin adalah orang yang memandang gajah di depan mata dan tak melihat tungau di seberang lautan. pemimpin adalah tongkat bergantung banyak orang ketika miring hendak terjatuh.Pemimpin adalah yang digugu dan ditiru..

dan... Pemimpin adalah orang pertama yang diminta pertanggungjawabannya tentang apa yang dipimpinnya.

Itulah konsep idealnya yang tertuang dalam adat dan agama sebagaimana dipahami ditengah masayarakat Indonesia..Tapi.. pemimpin hari ini adalah pemimpin politik yang culas, pemimpin yang memerintah, pemimpin yang berpangkat, pemimpin yang bertahta, pemimpin yang bersandiwara..hal inilah yang menyebabkan krisis kepemimpinan dan keteladanan. tak jelas siapa pemimpin dan siapa yang dipimpin. yang tampak hanyalah perlambang dan simbol pemimpin semata.
dalam segi kehidupan dapat digambarkan krisis kepemimpinan seumpama; kepala keluarga tak punya keluarga, guru tak punya murid, ulama tak punya umat, pejabat tak punya bawahan, politisi tak punya partai, jenderal tak punya pasukan dan presiden tak punya rakyat.
lihatlah prilaku yang disebut pemimpin simbolik hari ini. ketika ada persoalan masyarakat semua lari menyelamatkan diri sendiri. konflik sosial terus terjadi merata hampir di seluruh daerah. kepercayaan kepada lembaga masyaarakat, negara dan hukum menjadi berkurang dan bahkan nyaris hilang.
dalam pemahaman masayarakat religius agrikultural sebagaimana di sebutkan di awal, memang menganggap pemimpin adalah simpul dan segala urusan kemasyarakatan, tidak heran bahkan ada yang menjelmakan sebagai titisan sang kuasa, sang dewata atau juru selamat atau ratu adil. kita tidak terjebak kepada mitologi seperti itu. tapi maknanya demikian adanya dalam sistem ideologi masyarakat kita hari ini.
dapat dibuktikan bahwa perubahan sosial di tengah masyarkat kita berjalan liner dengan kemampuan sebuah kepemimpinan dan keteladanan. meskipun masyarakat kita hari ini digiring ke arah demokrasi, tapi kenyataannya demokrasi tak mampu menggeser makna pemimpin dalam sistem ideologi masayrakat. masayarakat tak begitu peduli dengan program, tak peduli dengan partai, ideologi, dan sebagainya dalam atribut demokrasi. yang mereka tahu adalah pemimpin dalam kenyataan, yang hidup di tengah masyarakat.

pemimpin dan teladan masih menjadi harapan untuk sebuah perubahan. bukan sistem yang bersalah, bukan rakyat yang bersalah, tapi pemimpin yang mengkhianati sumpah. itulah akar dari masalah.
seribu satu macam teori dan kebaikan dari sistem yang dibuat tak akan mampu merubah keadaan tanpa adanya kepemimpinan dan keteladanan. sebaliknya meskipun sistem amburadul dan teori lemah namun dilaksanakan oleh kepemimpinan dan keteladanan, sistem tersebut akan berubah seiring dengan perubahan keadaan masyarakat. pemimpin dan teladan adalah harapan kita...






Jumat, 31 Agustus 2012

Pemahaman pendidikan dalam perspektif negara di dunia


Pemahaman pendidikan dalam perspektif negara di dunia
1.       Di negara yang sedang berkembang, pendidikan dipandang sebagai suatu “process of cultural transmission” yakni untuk menyampaikan dan melestarikan kebudayaan yang telah mapan.
Wawasan pendidikan dan pengaajaran sejarah yang dianut oleh negara-negara yang baru mencapai kemerdekaan itu sangat menekankan pada bentuk sejarah nasional.
2.       Sistem pendidikan di negara yang menganut faham sosialis dan komunis, memandang pendidikan merupakan suatu “ process of cultural transformation” yaitu proses mengubah warga negara dan masyarakat menjadi tenaga kerja yang amat diperlukan dalam lapangan kerja dan industri. Pengajaran sejarah dengan demikian harus diarahkan pada penanaman pengertian tentang kebenaran prinsip “perjuangan kelas” yang mendasarkan diri pada  asas-asas “historis materialisme” atau hukum perkembangan masyarakat berdasarkan “dialektika materialisme”
3.       Sebaliknya di negara Eropa Barat dan Amerika Serikat yang menganut sistem sosial yang bersifat individualistik dan liberalistik, maka pendidikan dipandang sebagai pengembangan pribadi individu yang unik. Pendidikan dan pengajaran sejarah di sekolah, dengan demikian, harus dikembangkan untuk dua tujuan utama, yakni (a) kebanggaan nasional, dan (b) pengembangan saling pengertian antar bangsa.
4.       Meskipun Indonesia termasuk salah satu negara yang sedang berkembang-sesuai dengan perkembangan pendidikan yang cukup pesat berdasarkan Pancasila, UUD45, GBHN dan UU No 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan Nasional—pendidikan dan pengajaran sebenarnya memiliki fungsi dan tujuan sesuai dengan teori:
a.       Cultural transmission yaitu tercermin dalam keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhlak mulia, budi pekerti  luhur jiwa dan wawasan kebangsaan serta cinta tanah air.
b.      Cultural transformation yaitu memiliki disiplin dan rasa tanggungjawab, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan pembangunan bangsa.
c.       Individual development yaitu meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman, serta mengembangkan saling pengertian antar bangsa.

Pendidikan sejarah di sekolah secara tradisional memang diarahkan pengembangan pengetahuan dan pemahaman terhadap berbagai kawasan dunia, cara berfikir kronologis, apresiasi nilai-nilai budaya, jiwa dan semangat nasionnalisme da patriotisme, serta sikap toleransi yang diarahkan kepada para siswa sebagai generasi penerus yang dibangun atas dasar pemahaman dan pewarisan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Republik Indonesia. Akan tetapi apa yang terjadi—baik proses pengembangan kemampuan berfikir kronologis yang merupakan kemampuan berfikir dasar dalam sejarah, maupu sikap toleransi yang dikembangkan—masih merupakan suatu nurturant effect. Akibatnya, kemapuan berfikir kronologis dalam arti kontinuitas dan perubahan sejarah dalam persfektif waktu (yang tidak selalu linear), maupun kemampuan menentukan rangkaian kausalitas dalam peristiwa-peristiwa sejarah, juga belum dikembangkan secara adequat.