Minggu, 30 Agustus 2009

Pendidikan Islam Pada Masa Keemasan Islam

By Republika Newsroom
Minggu, 09 Agustus 2009 pukul 14:00:00

Bookmark and Share
Pendidikan Islam Pada Masa Keemasan Islam

Kegemilangan peradaban Islam ditandai dengan kemajuan dunia pendidikan. Lembaga pendidikan Islam menciptakan produk-produk budaya tinggi, seperti ilmu pengetahuan.


''Penulisan sejarah Islam yang ada selama ini menjemukan. Sejarah Islam tampak kehilangan roh dan pedomannya. Sejarah yang tidak memiliki roh dan karakter akan selalu terjebak pada format yang berulang-ulang dan tak bermakna.'' Demikian tulis Dr Hussain Mou'nis, sejarawan asal Mesir dalam bukunya Tanqiyah Ushul al-Tarikh al-Islami.

Apa yang dimaksud oleh Hussain Mou'nis sebagai sejarah yang tanpa makna adalah bahwa penulisan sejarah terfokus pada perebutan kekuasaan belaka. Menurutnya, semenjak Dinasti Umayyah, pelukisan sejarah Islam penuh dengan informasi tentang peperangan. Satu dinasti meruntuhkan dinasti yang lain dan satu sultan merebut kursi kesultanan yang lain.

Hampir-hampir tidak ada celah yang menuturkan keluhuran budi pekerti dan keagungan ilmu pengetahuan yang dicapai umat Islam di era kegemilangannya. ''Bukankah ajaran Islam sendiri merupakan pedoman bagi sejarah Islam yang adiluhung?'' tanya Hussain Mou'nis.

Oleh sebab itu, umat Islam selayaknya menggali khazanah sejarah Islam yang cemerlang dan kaya, yang mengungkap kemajuan dan keluhuran.

Kegundahan yang sama diungkapkan oleh Muhammad Quthb. Dalam bukunya Kaifa Naktubu at-Tarikh al-Islami?, ia menuturkan bahwa kelemahan pokok penulisan sejarah Islam adalah terlalu menekankan pada sejarah perpolitikan. Aspek-aspek lain yang lebih penting terlupakan.

''Seni dan budaya, pemikiran, pendidikan, dan banyak lagi aspek kehidupan umat Islam jauh lebih agung ketimbang sejarah politik. Tidak diragukan lagi, sejarah perpolitikan adalah sisi yang paling buruk dalam sejarah umat Islam secara keseluruhan,'' kata Muhammad Quthb.

Muhammad Quthb mengumpamakan sejarah perpolitikan umat Islam layaknya cebol yang lemah, namun ditempatkan untuk mewakili raksasa yang hebat. Sayangnya, tambah Quthb, justru penulisan sejarah tersebut dimulai pada awal perjalanan sejarah umat Islam. Kaum Sunni dan Syiah memiliki versinya sendiri yang saling menyerang dan menyalahkan.

''Di sinilah terdapat pemaparan sejarah yang salah mengenai Islam dan umat Muslim,'' jelas Muhammad Quthb.

Baik Hussain Mou'nis dan Muhammad Quthb sama-sama meyakini pendidikan merupakan salah satu aspek sejarah Islam yang adiluhung. Sejak abad ke-10, di dalam dunia Islam telah berkembang lembaga-lembaga pendidikan tinggi bertaraf internasional. Sistem pengajarannya pun terbilang modern di zamannya. Lembaga-lembaga pendidikan tersebut menyangga pilar-pilar peradaban Islam, karena mampu menciptakan produk-produk budaya tinggi, seperti ilmu pengetahuan.

Di Kairo Mesir berdiri Universitas Al-Azhar sejak 988 M. Universitas tertua di dunia ini merupakan tempat yang memadai untuk mempelajari bahasa Arab dan ilmu-ilmu agama. Di samping itu, ia berperan membentengi akidah umat, terutama selama penyerbuan tentara salib selama 200 tahun dan dilanjutkan dengan era kolonialisme di era modern.

Di Baghdad, berdiri Sekolah Tinggi Nizamiyah pada tahun 1067 M. Philip K Hitti menuturkan, Madrasah Nizamiyah saat itu sudah mempunyai sarana belajar yang memadai untuk pengembangan keilmuan para penuntut ilmu. Madrasah Nizamiyah menerapkan sistem yang mendekati sistem pendidikan yang dikenal sekarang.

Di kota yang sama juga berdiri Sekolah Tinggi Al-Mustansiriyah pada tahun 1226 M. Para pelajar di Al-Mustansiriyah sejak dini dikenalkan fikih Sunni empat mazhab, yakni Hambali, Syafii, Maliki, dan Hanafi. Guna menunjang proses belajar mengajar di perkuliahan, pihak kesultanan mendirikan sebuah perpustakaan yang sangat besar. Ibnu Battuta, penjelajah Muslim asal Maroko, sempat mengutarakan kekagumannya pada kebesaran dan kemegahan perpustakaan di kampus Al-Mustansiriyah itu.

Lembaga pendidikan tinggi Islam ternama lainnya adalah Universitas Al-Qarawiyyin di Kota Fez, Maroko. Universitas ini tercatat sebagai salah satu perguruan tinggi yang paling prestisius di abad pertengahan.

Universitas itu memegang peranan penting dalam pertukaran kebudayaan dan transfer ilmu pengetahuan dari dunia Muslim ke Eropa. Melalui proses transfer ilmu pengetahuan dan kebudayaan itu, masyarakat Eropa mulai tercerahkan. Eropa pun membebaskan dirinya dari kungkungan kegelapan.

Tampaknya benar apa yang dikatakan oleh Muhammad Quthb. Sejarah perpolitikan umat Islam layaknya cebol yang lemah jika dibandingkan sejarah pendidikan, yang menyerupai raksasa agung dan mengagumkan. Ribuan intelektual dan ulama yang ahli dalam berbagai bidang telah lahir dari lembaga-lembaga pendidikan tinggi Islam terdahulu.

Untuk itu, dalam upaya menyaring informasi sejarah, Hussain Mou'nis menyarakan agar kita merujuk pada karya-karya sejarah yang bebas dari tarik-menarik kepentingan politik. Di antara buku-buku yang ia maksud adalah Sejarah al-Thabari, Sejarah al-Ya'qubi, Sejarah Ibn al-Atsir, serta Sejarah Abi al-Fida. rid/taq