Sikap Ilmiah (scientific attitude)
Sikap ilmiah yang dimaksudkan di
sini adalah bagaimana perilaku keseharian yang ditunjukan oleh seorang peneliti
atau ilmuwan dalam proses mempelajari, melaksanakan dan mengembangkan ilmu
pengetahuan. Sikap adalah jelmaan konsep dan prinsip yang tertanam dalam jiwa
seseorang. Jiwa yang penuh dengan konsep
dan prinsip yang kokoh akan membentuk prilaku yang ditunjukan seseorang dalam keseharian
gerak kehidupannya baik ucapan maupun perbuatan terhadap diri sendiri maupun
juga orang lain atau masyarakat luas bahkan juga terhadap alam semesta. Jiwa
yang membimbing pribadi untuk senantiasa selaras dalam harmoni alam semesta.
Sikap ilmiah secara waktu dan tempat penggunaan dapat dibagi
kepada dua yaitu;
A.
Sikap dan prilaku dalam Proses Keilmuan
Maksudnya adalah ketika seorang melakukan penelitian
atau mempelajari ilmu harus lah mengikuti kaidah-kaidah keilmuan agar tidak
terjadi bias dan kesalahan dalam membuat keputusan keilmuan yang menghasilkan
teori atau hukum. Dengan demikian jika kaidah ini diabaikan maka sudah pasti
teori yang dihasilkan akan menjadi lemah dan salah dipergunakan serta tidak
dapat dipertanggungjawabkan. Bahkan bisa menjadi prejudice dan kumpulan asumsi
belaka yang tidak dibangun di atas proposisi yang kuat dan pembuktian melalui
validitas dan reliabilitas yang terukur secara empiris pula.
Sebaliknya jika kaidah tersebut diikuti dengan benar maka
proses keilmuan yang dilaksanakan bisa dipertanggungjawabkan meskipun teori
yang dihasilkan bersifat lemah.
Telah diketahui
bahwa tingkat kebenaran ilmu ditentukan oleh validitas dan reliabilitas yang
keduanya terkadang berpulang kepada si peneliti atau ilmuwan sendiri sebagai
subjek. Bagaimana si peneliti atau ilmuwan harus menguasai dan mengendalikan
sumber-sumber kelemahan/kesesatan validitas dan reliabilitas, baik yang
bersumber dari luar dirinya, muapun yang bersumber dalam dirinya sendiri. Oleh
karena itu, untuk tujuan tersebut, banyak cendikiawan ilmu mengajukan
unsur-unsur bagi peneliti atau ilmuwan tentang sikap ilmiah atau (scientific attitude) yang harus dimiliki dan menjadi ciri bagi peneliti. Secara pokok ada
lima hal yang mencirikan sikap tersebut (meskipun ada pula yang menambahkan
budi pekerti lainnya). Kelima hal tersebut adalah:
1. Sikap
ingin tahu (curiosity) yaitu sikap bertanya/penasaran (bukan sok tahu) terhadap
sesuatu karena mungkin ada hal-hal/bagian-bagian/unsur-unsur yang gelap, yang
tidak wajar, atau ada kesenjangan. Hal ini bersambung dengan sikap-sikap
skeptis, kritis tetapi objektif dan free or not from etique?
2. Skeptis
(ragu-ragu) yaitu bersikap rag-ragu terhadap pernyataan yang belum terukur yang
belum cukup kuat dasar-dasar pembuktiannya.
3. Kritis
yaitu cakap menunjukkan batas-batas suatu soal, mampu membuat perumusan
masalah, mampu menunjukkan perbedaan dan persamaan sesuatu hal dibandingkan
dengan yang lainnya (komparatif), cakap menempatkan sesuatu pengertian pada
kedudukannya yang tepat.
4. Objektif
yaitu mementingkan peninjauan tentang objeknya, pengaruh subjek perlu
dikesampingkan meskipun tidak sepenuhnya. Dengan kata lain, memang tidak
mjungkin mencapai objektifitas yang mutlak.
5. Free
from etique? Yaitu memang benar bahwa ilmu itu monologis, artinya mempunyai
tugas menilai apa yang benar dan apa yang salah. Namun apakah tidak sebaiknya
memperhatikan etika? Artinya memperhaitkan pula apa yang baik dan apa yang
buruk bagi kemanusiaan. “scence is not only for science but also for people”.
Mungkin masih ingat pula pandangan Eisntein terhadap ilmu yang harus normatif.
Science without religion is blind, religion without science is lame.
Demikianlah panca sikap ilmiah pokok dalam rangka
mencari ilmu positif. Selain itu banyak pula ilmuwan yang menambahkan lagi
seperangkat budi pekerti yang melengkapi sikap ilmiah tersebut seperti:
Tabah hati yaitu sabar dan tawakkal dalam segala
kesukaran
Keras hati yaitu berminat/berhasrat dan bersemangat
Rendah hati yaitu seperti ilmu padi semakin berisi
semakin merunduk
Jujur yaitu tidak melakukan apa yang salah/buruk,
melainkan mengamalkan apa yang benar dan apa yang baik.
Toleran yaitu menenggang/menghargai
pendapat/penadangan/pikiran orang lain meski bertentangan dengan pendiriannya,
kemudian berupaya untuk mencapai mufakat/kesamaan pandang.
Mungkin perlu ditambah lagi dengan
rajin dan tekun, riang dan gembira, suci dalam pikiran dan perkataan dan
perbuatan, dan atau sehat rohani dan jasmani dan sebagainya. Semuanya itu
biasanya mudah diucapkan tetapi kurang dirasakan dan sulit dilaksanakan.
Dalam Filsafat ilmu, metode penelitian dipelajari
bukan hanya sekedar sebagai ilmu, melainkan sebagai alat untuk melakukan
penelitian ilmiah. Sebagaimana lazimnya suatu alat, tidak akan bermanfaat jika
tidak digunakan, bahkan alat tersebut tidak akan berkembang sesuai dengan
perkembangan objeknya.
B.
Sikap ilmiah keseharian seorang ilmuwan setelah
menghasilkan teori atau menjadi imuwan
Ilmu adalah bersumber dari Tuhan. Apa-apa yang
diperoleh di dunia empiris sebagai hasil dari proses keilmuan hanyalah bagian
kecil dari pengetahuan dan ilmu Tuhan kepada manusia. Begitu luasnya ilmu Tuhan
sehingga manusia tidak sanggup memahami keseluruhan fenomena kehidupan yang bergerak
dinamis. Hari ini misalnya teori A berhasil memcahkan suatu fenomena alam
tetapi esok hari muncul lagi teori B yang dihasilkan dari fenomena yang sama
dengan dinamika yang berbeda pula.
Berkembangnya ilmu tidak terlepas dari dinamisnya alam
yang menyebabkan konsep dan pemikiran manusia juga berkembang. Semuanya itu
tidak mampu menuntaskan hasrat pengetahuan manusia terutama berhadapan dengan
dinamisnya alam semesta raya.
Dengan demikian disadari bahwa Tuhan merupakan pengatur
dan pemilik pengetahuan yang sesungguhnya dan hanya sebagian kecil yang
dianugerahkan kepada manusia untuk menghadapi dinamisnya alam dan kehidupannya.
Berdasarkan hal itulah maka sikap keilmuan seseorang
yang berilmu pengetahuan harus berpijak dari konsep bahwa ilmu pengetahuan yang
dimilikinya hanyalah setitik dari luasnya imu Tuhan.
Jika konsep ini dipahmai dan diyakini dengan teguh
maka akan menlahirkan sikap imuwan yang senantiasa mangcu kepada nilai
ketuhanan dan mendasari semua tindak tanduknya atas dasar nilai agama.
Diantara sikap
ilmuwan yang mengacu kepada konsep di atas adalah:
1.
Senantiasa Dekat dan selalu mendekatkan diri
kepada Tuhan
Oleh karena dengan ilmunya semakin disadari betapa
ketidakmmapuannya dihadapan fenomena dan dinamisnya alam sebagai jelmaaan dari
ilmu Tuhan yang Maha kaya dan Luas.
Seorang yang berilmu menyadari sepenuhnya bahwa
semakin banyak ilmu yang diperoleh semakin membuktikan bahwa Tuhan semakin
dekat dengandirinya. Orang yang berilmu menjadi dekat kepada Tuhan dalam arti
ketundukkan dan pembuktian adanya Tuhan.
Orang berilmu membuktikan adanya Tuhan dengan
imunpengetahuannya. Semakin berilmu semakin terbukti adanya Tuhan dalam
dirinya.
WAMA YAKHSALLAHU
MIN ‘IBADIHI ULAMA…
Dan tidaklah orang yang paling takut( mengkui
kekuasaan Tuhan) diantara makhluk kecuali Ulama (orang yang berilmu).
Pengertian ulama disini bukan dalam pengertian istilah
yang digunakan sehari dalam masyarakat yang menunjukan pengertian sempit
sebagai tokoh agama atau orang yang lebih mengetahui agama secara ritual.
Tetapi pengertian ulama di sini adalah orang yang berilmu pengetahuan sesuai
dengan bidang telaah dan metodologi keilmuannya masing-masing.
2.
Tidak sombong dan membanggakan diri
Kadang-kadang dalam kehidupan sehari sering ditemukan
kejadian ada seseorang yang memperoleh gelar jenjang pendidikan tertentu
katakanlah strata 2 atau magister. Suatu ketika gelar tersebut tidak tercantum
di belakang namnya dalam penulisan sebuah surat keputusan kepanitiaan suatu
kegiatan di lingkungannya misalnya kegiatan pembagunan gedung serbaguna di desa
nya. Melihat hal itu dia menjadi marah dan menyatakan bahwa namanya itu keliru
harus ditulis gelarnya karena ilmu pengetahuannya telah berbeda dengan
masayarakat lainnya. Dia seakan-akan menunjukan bahwa gelar itu sebagai simbol
ketinggian ilmunya dan dia tidak ingin disamakan dengan masyarakat yang tidak
memillki gelar.
Padahal gelar
tersebbut tidak dengan dasar keilmuan
dan proses keilmuan yang kuat dalam memperolehnya.
Sebaliknya ketika ada suatu masalah yang perlu
dipeecahkan bersama misalnya tentang bagiamana menyelesaikan pembangunan dengan
melibatkan semua masayrakat, si ilmuwan tadi malah menghilang dengan alasan
yang dibuat-buat.
Itu contoh dari kesombongan ilmu yang sering ditemui
dalam bentuk yang sama atau bentuk lainnya di tengah masayarkat.
Ilmu sesungguhnya bukanlah dilihat dari seberapa gelar
yang kita peroleh atau seberapa jabatan atau seberapa kedudukan yang kita
peroleh. Ilmu tidak diukur dari simbol
atau perlambang. Ilmu tidak menjadikan seseorang sombong. Karena seperti sikap
pertama dia atas dia sadar bahwa ilmunya hanya setitik dari ilmu tuhan. Di atas
langit ada langit.
Ilmu menjadikan seseorang yang berilmu untuk rendah
hati dan tidak hiraukan simbol dan sebutan. Yang ada padanya adalah kerendahan
hati dan senantiasa mengakui kelemahan dirinya.
3.
Menyebarkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
Sikap ini adalah menyadari sepenuhnya bahwa ilmu
pengetahuan yang diperoleh dan dikembangkan bukanlah milik diri pribadi, ilmu
adalah milik semua manusia yang ingin untuk mengetahuinya. Sikap seorang
ilmuwan adalah menyebarluaskan kebenaran ilmu pengetahuan untuk kebaikan hidup
dirinya, keluarganya, lingkungannya dan masyarakat yang lebih luas.
Seorang ilmuwan harus senantiasa tunduk kepada kebenaran
ilmu yang diyakininya.