Sepenggal kisah sepanjang kehidupan kita..kisah yang tercecer dan hampir terlupakan..
Jumat, 21 Desember 2012
BUCHARI BIN MUCHTAR: KONSEP TAFSIR TAHLILI
BUCHARI BIN MUCHTAR: KONSEP TAFSIR TAHLILI: KONSEP-KONSEP TAFSIR TAHLILI A. PENDAHULUAN Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril as dalam bahasa Ar...
Rabu, 19 Desember 2012
Perlukah UN (Ujian Nasional?)
polemik tentang pelaksanaan ujian nasional (UN) selalu hangat diperbincangkan. sikap dan argumen Pro-kontra menjadi silih berganti mengiringi pelaksanaan UN tersebut. Berdasarkan apa yang diperdebatkan, maka terdapat beberapa masalah pokok yang perlu diluruskan yaitu;
1. Hakikat penilaian dalam sistem pendidikan
2. Penyetaraan dan pemerataan pendidikan
3. Otonomi daerah dan kaitannya dengan pendidikan
masalah pokok ini jika diluruskan dan dipahamkan sejak awal maka persoalan UN menjadi jelas dan tidak menjadi polemik berkepanjangan.
masalah pertama adalah hakikat penilaian dalam sistim pendidikan, sistim pendidikan dimaknai sebagai keseluruhan bagian/unsur/komponen pendidikan yang bersinergi guna mencapai tujuan pendidikan. unsur/komponen pendidikan sudah jelas terdapat tiga hal pokok yaitu tujuan (kompetensi), proses (termasuk di dalamnya prosedur, rencana, metode, strategi, media, sumber dan pendidik) dan evaluasi. keseluruhan unsur tersebut menyatu/integral dalam kurikulum pendidikan. kurikulum adalah simpulan dari tiga unsur tersebut. jika salah satu dari unsur tersebut hilang maka sistim pendidikan tidak berjalan baik dan pincang. hasilnyapun sudah bisa ditebak akan kabur dan tidak jelas. apakah setiap unsur penting dari yang lainnya? apakah bisa ditutupi dengan unsur lainnya? jawabnya adah tidak sama sekali. tidak ada yang lebih penting dari masing2 unsur kecuali ketiga unsur tersebut diwujudkan. tidak bisa satu unur saja yang dijalanka. apalagi menyangkut dengan evaluasi. jika evaluasi dihilangkan maka tujuan dan proses menjadi kabur makna.
masalahnya bagaimana evaluasi itu dijalankan? apakah dengan UN?
Pendidikan adalah sokoguru suatu bangsa,
pendidikan maju maka majulah suatu bangsa, pendidikan mundur maka mundurlah
suatu bangsa.
1. Hakikat penilaian dalam sistem pendidikan
2. Penyetaraan dan pemerataan pendidikan
3. Otonomi daerah dan kaitannya dengan pendidikan
masalah pokok ini jika diluruskan dan dipahamkan sejak awal maka persoalan UN menjadi jelas dan tidak menjadi polemik berkepanjangan.
masalah pertama adalah hakikat penilaian dalam sistim pendidikan, sistim pendidikan dimaknai sebagai keseluruhan bagian/unsur/komponen pendidikan yang bersinergi guna mencapai tujuan pendidikan. unsur/komponen pendidikan sudah jelas terdapat tiga hal pokok yaitu tujuan (kompetensi), proses (termasuk di dalamnya prosedur, rencana, metode, strategi, media, sumber dan pendidik) dan evaluasi. keseluruhan unsur tersebut menyatu/integral dalam kurikulum pendidikan. kurikulum adalah simpulan dari tiga unsur tersebut. jika salah satu dari unsur tersebut hilang maka sistim pendidikan tidak berjalan baik dan pincang. hasilnyapun sudah bisa ditebak akan kabur dan tidak jelas. apakah setiap unsur penting dari yang lainnya? apakah bisa ditutupi dengan unsur lainnya? jawabnya adah tidak sama sekali. tidak ada yang lebih penting dari masing2 unsur kecuali ketiga unsur tersebut diwujudkan. tidak bisa satu unur saja yang dijalanka. apalagi menyangkut dengan evaluasi. jika evaluasi dihilangkan maka tujuan dan proses menjadi kabur makna.
masalahnya bagaimana evaluasi itu dijalankan? apakah dengan UN?
Evaluasi memerlukan instrumen pelaksanaannya. Evluasi adalah
sebuah kegiatan pengumpulan data dan mengolah data tersebut menjadi informasi. Data
yang dikumpulkan terdiri dari dua cara yaitu Tes dan Non Tes. Tes adalah
instrumen pengumpulan data melalui soal yang harus dijawab oleh testee (peserta
didik). Sedangkan Non Tes adalah isntrumen pengumpulan data melalui proses,
unjuk kerja dan karya dari peserta didik.
UN merupakan bentuk pelaksanaan evaluasi dengan instrumen
Tes. Pelaksanaan Tes dipergunakan jika dipergunakan secara luas dan terjadwal.
Secara teoritis, pelaksanaan UN telah memenuhi unsur dari
sistim pendidikan. Di samping itu,
melalui UN diperoleh informasi tentang pendidikan di seluruh tanah air. Melalui
informasi dari hasil UN dapat dipetakan kondisi dan situasi pendidikan. Informasi
tersebut berguna bagi penentuan kebijakan dan pengembangan pendidikan serta
berguna bagi standarisasi SDM dalam kaitannya dengan pembangunan bangsa. Informasi
tentang keberhasilan pendidikan, tentang perkembangan pendidikan di tanah air
tidak dapat diketahui kecuali melalui tes yaitu UN. melalui
Berdasarkan kajian teoritis tersebut, maka kurang tepat jika
UN disebut sebagai kegiatan yang sia-sia atau tidak berdampak pada pendidikan. Justru
pelaksanaan UN hakikinya telah melaksanakan sistim pendidikan.
Masalahnya adalah kenyataan pada praktik pelaksanaannya apakah
sesuai dengan prinsip dari evaluasi? Hal inilah yang menjadi batu sandungan dan
menjadi titik lemah dari pelaksanaan UN tersebut. Apalagi dikaitkan dengan
otonomi daerah, dimana pendidikan dikelola oleh pemerintah daerah. Kondisi tersebut
menyebabkan pendidikan di daerah terseret kepada ranah politik praktis (guru,
karyawan adalah bawahan langsung dari kepala daerah). Disinilah prinsip
evaluasi mulai tergerus dan bahkan hilang sama sekali. Prinsip objektifitas
misalnya berganti menjadi subjektifitas hanya karena berkaitan dengan situasi
politik di daerah. Banyak kasus guru yang harus melupakan prinsip evaluasi
karena tekanan politik dari atasan serta lingkungan. karena kepentingan kepala daerah yang mengingkan nilai siswa tinggi maka segala cara licik dilakukan meskipun dipermukaan tampak objektif.
Pengalaman penulis menjadi tim pemantau independen (TPI) dari perguruan tinggi, praktik kecurangan dalam pelaksanaan UN telah umum dan merata disemua daerah. laporan tentang kecurangan itu tidak ditindaklanjuti secara serius, hal ini bisa jadi karena kewenangan pendidikan yang besar pada daerah dan tumpang tindih kewenangan antara kementerian, kanwil dan diknas yang notabene bawahan langsung kepala daerah. menteri tidak punya kewenangan intervensi langsung ke sekolah, karena bukan kewenangan menteri. menteri juga tidak dapat berbuat apa-apa terhadap kecurangan yang dilakukan oleh kepala daerah. karena kepala daerah tidak bertanggungjawab pada menteri atau presiden sekalipun. bahkan banyak kepala dinas dan kepala sekolah serta pengangkatan guru PNS yang tidak sesuai dengan standar kompetensi terjadi di daerah. mereka diangkat hanya karena relasi politik semata bukan karena kompetensi.
kondisi tersebut tidak membuat kita menafikan kejuuran dan objektifitas yang ada di daerah, hanya saja karena mereka tersingkir dan di bawah tekanan politik menjadikan mereka dipaksa mengikuti keadaan dan pendidikan lagi-lagi mejadi korbannya.
ekses negatif lainya adalah pada diri siswa telah tertanam cara berfikir instan dan enteng. mereka cukup membayar uang sekian kepada sekolah tanpa persiapan untuk ikut UN. karena mereka sudah pasti lulus dengan nilai yang baik meskipun tidak belajar sam sekali. siswa yang rajin dan potensial menjadi terpengaruh.
Mengatasi masalah ini, mau tak mau harus dipikirkan kembali
mengenai kewenangan pendidikan dalam sistim otonomi daerah. Karena ekses yang
ditimbulkan hampir di semua daerah pendidikan terseret pada wilayah politik
yang berbahaya bagi kelangsungan bangsa. Jika pendidikan tidak menjadi dirinya
sendiri dalam pelaksanaannya maka pertanda bahwa masyarakat atau bangsa akan
mundur. Pendidikan adalah sokoguru bangsa yang harus bebas dari politik
kepentingan dan kekuasaan tertentu.
Masalah lain adalah mengenai pemerataan standar UN, secara
konsep memang begitu adalnya dari sebuah konstruksi tes. Tidak mungkin
konstruksi tes dibuat tinggi rendah. Hal itu menjadi rancu dan kabur makna. UN
adalah tes standar yang telah memenuhi validitas dan reliabilitas tinggi. Hal ini
tidak mungkin disesuaikan dengan kondisi pendidikan pada suatu daerah atau
sekolah dengan menurunkan standar tes tersebut. Justru dengan adanya tes
standar tersebut diperoleh informasi tingkat pencapaian dari standar yang
ditetapkan. Pengukuran menjadi mudah dan jelaslah kondisi pendidikan. Melalui
informasi tersebut diolah menjadi nilai kesetaraan yang harus dicapai serta
seberapa jauh jarak nilai yang harus dipenuhi (dalam teori evaluasi disebut penyetaraan tes). Dengan demikian upaya
peningkatan SDM bisa dilakukan bagi daerah atau sekolah yang jarak penyetaraan
tesnya tinggi. Hal inilah yang dituntut secara prinsip dari pemerataan
pembangunan.
Bagaimana dengan kelulusan siswa?
Masalah ini juga menjadi alasan dari penolakan UN,
sebenarnya UN sebagai instrumen evaluasi tidak serta merta menjadi keputusan. Pengambilan
keputusan kelulusan tidak bisa ditetapkan dengan satu isntrumen saja. Kelulusan
berkaitan dengan non tes yang hanya diketahui dari informasi sekolah (guru). Dengan
demikian kurang tepat jika informasi UN dijadikan keputusan untuk menetapkan
kelulusan.
kelulusan siswa tidak bergantung pada tes semata, tapi mencakup keseluruhan proses pendidikan yang dia ikuti selama di sekolah. Sehingga masalah lulusnya siswa ditentukan dari akumulasi niali UN ditambah dengan nilai proses pendidikan di sekolah.
kelulusan siswa tidak bergantung pada tes semata, tapi mencakup keseluruhan proses pendidikan yang dia ikuti selama di sekolah. Sehingga masalah lulusnya siswa ditentukan dari akumulasi niali UN ditambah dengan nilai proses pendidikan di sekolah.
Jadi tidak tepat pula untuk mengatakan semua harus
diserahkan kepada sekolah tanpa dibantu dengan UN. Karena ini akan menyebabkan
standar tes tidak dimiliki. Hanya saja ini mejadi penentuan peringkat
kelulusan.
Memang harus diakui kondisi pendidikan yang tidak sama di
semua daerah dan perkotaan menyebabkan UN memberikan informasi beragam. Tidak adil
jika menyamaratakan kondisi sarana prasaran sekolah yang amburadul dengan
sarana prasarana sekolah yang lengkap.
Jadi msalah kelulusan tidak menjadikan UN dihapuskan atau
dihilangkan, tetapi UN tidak menjadi satu-satunya keputusan tentang kelulusan.
Berdasarkan ulasan di atas, kiranya dapat disimpulkan
melalui rekomendasi yang dapat kita sampaikan
di bawah ini;
1.
Perlu dikaji ulang pendidikan dalam sistim
otonomi daerah, (sebab kewenangan yang sangat besar pada kepala daerah
menyebabkan pendidikan terseret politik kepentingan dan kekuasaan)
2.
Kelulusan siswa tidak melalui hasil UN saja
3.
Informasi hasil UN hendaknya ditindaklanjuti
dengan peningkatan mutu pendidikan di daerah yang rendah nilai UNnya.
Senin, 26 November 2012
JENIS, PENDEKATAN DAN RANCANGAN PENELITIAN
JENIS, PENDEKATAN
DAN RANCANGAN PENELITIAN
(Disampaikan Dalam Acara Pelatihan Analisis Data Penelitian
Skripsi Prodi Matematika
DI AUDITORIUM STAIN
KERINCI 24 NOVEMBER 2012).
OLEH: NORMAN OHIRA
I. PENGERTIAN
PENELITIAN
RESEARCH (INGGRIS, DIINDONESIAKAN MENJADI
RISET) ARTINYA MENEMUKAN KEMBALI, MENCARI, MENGUMPULKAN (GATHERING)
PENELITIAN
ADALAH PROSES KEGIATAN MENEMUKAN KEMBALI ATAU MEMBUKTIKAN KEBENARAN ILMIAH
MELALUI DATA.
II.JENIS
SEBELUM
MEMAHAMI JENIS PENELITIAN, TERLEBIH DAHULU HARUS DIPAHAMI BAHWA TERDAPAT BANYAK
JENIS DAN RAGAM METODE PENELITIAN. TIDAK ADA SATU PUN YANG LEBIH BAGUS DARI
YANG LAIN ATAU SEBALIKNYA. DALAM PENELITIAN YANG HARUS DIPERHATIKAN ADALAH
KEJELASAN DARI PROSEDUR DARI JENIS PENELITIAN YANG DIGUNAKAN TERMASUK DI DALAMNYA
KESESUAIAN DENGAN PERMASALAHAN YANG HENDAK DIJAWAB SERTA DATA YANG DIGUNAKAN.
1. BERDASARKAN PARADIGMA ILMIAH
A.
KUANTITATIF
PENELITIAN KUANTITATIF ADALAH PENELITIAN YANG
MENDASARKAN KEPADA POSTULAT PROBABILITAS DARI GEJALA ILMIAH DENGAN DATA ANGKA
SEBAGAI DASAR POKOK PENELITIAN.
B.
KUALITATIF
PENELITIAN KUALITATIF ADALAH PENELITIAN YANG
MENDASARKAN KEPADA FENOMENA ATAU GEJALA ALAMIAH DENGAN DATA MAKNA/VERBAL
SEBAGAI DASAR POKOK PENELITIAN.
C.
MIXED
RESEARCH
ADALAH PENELITIAN YANG DIDASARI OLEH KENYATAAN
FENOMENA ALAMIAH DAN ILMIAH TIDAK BERDIRI SENDIRI, SEHINGGA DIPERLUKAN KEDUA
PARADGIMA PENELITIAN YAITU KUALITATIF DAN KUANTITATIF. DALAM IMPLEMENTASINYA,
MIXED RESEARCH TIDAK MENETAPKAN METODE TERSENDIRI TETAPI TETAP DIDASARKAN
KEPADA SALAH SATU DARI KUALITATIF ATAU KUANTITATIF HANYA SAJA BERGANTUNG KEPADA
JENIS MANA YANG DOMINAN.
D.
RESEARCH
AND DEVELOPMENT
DISEBUT JUGA PENELITIAN PENGEMBANGAN. ADALAH
PENELITIAN YANG MENGHASILKAN PRODUK BAIK PRODUK BARU MAUPUN
MENGEMBANGKAN/INOVASI DARI PRODUK YANG TELAH ADA.
DALAM PENDIDIKAN CONTOHNYA ADALAH PENGEMBANGAN
INSTRUMEN PENILAIAN, MODEL PEMBELAJARAN, BAHAN AJAR MATEMATIKA DLL.
2. BERDASARKAN HUBUNGAN VARIABEL
A.
KORELASI
MELIHAT
HUBUNGAN ANTARA VARIABEL DARI GEJALA ILMIAH/ALAMIAH.
B.
ASOSSIATIF
HUBUNGAN
KESESUAIAN, KETEPATAN VARIABEL YANG SATU DENGAN YANG LAIN
C. KOMPARATIF
HUBUNGAN ATAU
PENGARUH YANG MEMPERLIHATKAN PERBEDAAN ANTARA SATU VARIABEL DENGAN VARIABEL
LAINNYA.
E.
EKSPERIMEN
PENELITIAN
DENGAN MEMPERLAKUKAN/PERLAKUAN ATAU TREATMEN TERHADAP KELOMPOK POPULASI DENGAN MENGONTROL
PADA KELOMPOK POPULASI YANG LAINNYA. POPULASI DISINI BISA DIWAKILI OLEH
KELOMPOK SAMPEL.
1. TRUE EXPERIMENT
2. QUASI EXPERIMENT
3. SIMPLE EXPERIMENT
a. satu percobaan awal
b. dua percobaan awal dan akhir
c. satu percobaan akhir
3. BERDASARKAN PEJABARAN DATA
A. DESKRIPTIF
DESKRIPTIF
ADALAH PENELITIAN YANG MENJELASKAN FENOMENA ILMIAH/ALAMIAH APA ADANYA.
DESKRIPTIF DISINI BERBEDA DENGA DESKRIPTIF DALAM RANCANGAN PENELITIAN
KUANTITATIF.
B. HISTORIS
PENELITIAN YANG
MEREKONSTRUKSI PERSITIWA MASA LAMPAU.
4. BERDASARKAN LINGKUP
POPULASI/WILAYAH
A. Studi kasus
B. SURVEY
5.
BERDASARKAN TUJUAN
A. PENELITIAN AKADEMIS
B. PENELITIAN TERAPAN/SPONSORSHIP.
C. PENELITIAN EVALUATIF.
ADA YANG PERLU
DIINGAT BAHWA DALAM PENENTUAN JENIS PENELITIAN YANG AKAN DIGUNAKAN HARUS
MENYESUAIKAN KEPADA MASALAH DENGAN MEMEPERHATIKAN HAL BERIKUT;
1.
RUMUSAN MASALAH YANG HENDAK DIJAWAB.
RUMUSAN MASALAH BERASAL DARI GEJALA ATAU DIAGNOSA DARI
PERISTIWA ATAU FENOMENA YANGG SUDAH DAPAT DITENTUKAN JENIS PENELITIAN APA YANGG
SESUAI.
MISALNYA;
GEJALA YANG TERJADI ADALAH METODE BELAJAR MATEMATIKA
PADA SEKOLAH X MENGHASILKAN NILAI DIBAWAH KKM. MUNCUL MASALAH BAGAIMANA JIKA
DIGUNAKAN METODE LAIN SEPERTI METODE KOLABORATIF TIPE JIG SAW. RUMUSAN
MASALAHNYA DALAH APAKAH METODE KOLABORATIF TIPE JIGSAW DAPAT MENINGKATKAN HASIL
BELAJAR MATEMATIKA SEKOLAH X?
BERDASARKAN HAL
ITU SUDAH DAPAT DIPERKIRAKAN JENIS PENELITIAN YANG DIGUNAKAN YAITU PENELITIAN
EKSPERIMEN. BEGITU JUGA DENGAN GEJALA/ MASALAH YANG LAINNYA.
2.
MEMEPERHATIKAN DATA APA YANG HENDAK DIGUNAKAN
DALAM PEMECAHAN MASALAH.
JIKA DATA YANG HENDAK DIGUNAKAN ADALAH DATA SELAIN ANGKA MAKA PARADIGMA PENELITIAN ADALAH
PENELITIAN KUALITATIF.
JIKA DATA YANG DIGUNAKAN ADALAH DATA ANGKA, MAKA
PENELITIAN YANG DIGUNAKAN ADALAH KUANTITATIF
3.
TUJUAN DAN KEGUNAAN.
III. PENDEKATAN
DALAM PENELITIAN
APPROACH BUKAN METODE PENELITIAN TETAPI KERANGKA
BERFIKIR YANG MELANDASI METODE PENELITIAN YANG DILAKUKAN.
JADI PENDEKATAN PENELITIAN ADALAH KONSEP PEMIKIRAN
YANG DIGUNAKAN DALAM LINGKUP PENELITIAN.
MISALNYA,
PENELITIAN TENTANG RENDAHNYA MINAT SISWA BELAJAR MATEMATIKA. METODE
PENELITIANNYA ADALAH KUALITATIF, DESKRIPTIF. PADA PENELITIAN INI DAPAT
DIGUNAKAN PENDEKATAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN UNTUK MEMEBANTU MEMAHAMI KONSEP MINAT
SISWA.
HARUS DIINGAT BAHWA KONSEP PEMIKIRAN YANG DIMAKSUDKAN
TIDAK DIJELASKAN EKSPLISIT ATAU DIURAIKAN, KEBANYAKAN HANYA DICANTUMKAN DALAM
BENTUK SUBBAHASAN PENDEKATAN PENELITIAN. NAMUN PENDEKATAN PENELITIAN HARUS SESUAI
DENGAN KAJIAN PUSTAKA/TEORI YANG MELANDASI PEMECAHAN MASALAH.
JANGAN SAMPAI TERJADI PENDEKATAN YANG DIGUNAKAN ADALAH
SOSIOLOGI PENDIDIKAN PADAHAL MASALAH PENELITIAN ADALAH APAKAH TERDAPAT
EFEKTIFITAS METODE LINGKARAN BESAR LINGKARAN KECIL. (UJI HIPOTESIS). SEHARUSNYA
PENDEKATAN YANG DIGUNAKAN ADALAH PENDEKATAN DESAIN PEMBELAJARAN .
MESKIPUN DEMIKIAN, PENDEKATAN SERING DITENTUKAN SECARA
UMUM, SEPERTI PENDEKATAN SOSIAL, PENDEKATAN PENDIDIKAN, P[ENDEKATAN AGAMA DLL…
SEBAIKNYA PENDEKATAN YANG DIGUNAKAN DINYATAKAN SECARA
SPESIFIK SEHINGGA TIDAK MENIMBULKAN BIAS PEMIKIRAN.
IV. RANCANGAN
PENELITIAN
DISEBUT JUGA DESAIN
PENELITIAN. DESAIN PENELITIAN BERBEDA DENGAN LAPORAN PENELITIAN (SKRIPSI,
TESIS, DISERTASI, LAPORAN). DESAIN PENELITIAN MERUJUK KEPADA PROSEDUR DAN
LANGKAH PENELITIAN YANG DIGUNAKAN. UMUMNYA MENGACU KEPADA PARADIGMA PENELITIAN
YANG DIGUNAKAN.
DESAIN PENELITIAN
TERMUAT DALAM RANCANGAN PROPOSAL PENELITIAN.
DESAIN PENELITIAN KUALITIATIF
SEPERTI PRIAMIDA BIASA, SEDANGKAN RANCANGAN PENELITIAN KUANTITATIF SEPERTI
PIRAMIDA TERBALIK. MAKSUDNYA ADALAH KUALITATIF
TIDAK MENUNTUT RANCANGAN YANMG RIGID (KAKU) CUKUP MEMUAT FOKUS
PENELITIAN YANG JELAS KARENA AKAN BERKEMBANG DALAM PROSES PENELITIAN. SEDANGKAN
KUANTITATIF MENUNTUT ADANYA KEJELASAN SEMENJAK AWAL PENELITIAN KARENA PROSES
PENELITIAN HANYA BERURUSAN DENGAN INSTRUMEN PENELITIAN YANG TELAH DIANGGAP
ABSAH.
KUALITATIF KUANTITATIF
NAMUN HARUS DIINGAT BAHWA
APAPUN JENIS PENELITIANNYA, DESAIN PENELITIAN HARUS MEMUAT URAIAN METODE
PENELITIAN SECARA JELAS DAN DISERTAI DENGAN INSTRUMEN PENELITIANNYA.
BIASANYA DALAM PROPOSAL PADA
BAB 3.
SEDANGKAN URAIAN DARI RANCANGAN
TERSEBUT MENYESUAIKAN DENGAN PEDOMAN PELAPORAN YANG BERLAKU.
RUMUSAN PERTANYAAN TIDAK
MENGIKAT DAN TIDAK MENJADI DASAR PENENTUAN DARI METODE PENELITIAN.
MISALNYA ADA KEKELIRUAN DALAM
MEMAHAMI PERTANYAAN BAGAIMANA PROSES PEMBELAJARAN? METODE KUANTITATIF DAPAT
MENJAWAB PERTANYAAN TERSEBUT MELALUI ANALISIS DATA DESKRIPTIF MESKIPUN TIDAK
SEDALAM KUALITATIF. JADI TIDAK MESTI MENAMBAHKAN INSTRUMEN WAWANCARA
SEBAGAIMANA DALAM KUALITATIF. BISA DILAKUKAN MELALUI LEMBAR OBSERVASI ATAU
STATISTIK DESKRIPTIF. PROSES PEMBELAJARAN BISA DIURAIKAN DENGAN MENJELASKAN
RATA-RATA BELAJAR, DISIPLIN, RATA-RATA NILAI, FREKUENSI BELAJAR DAN LAIN-LAIN.
BEGITU JUGA SEBALIKNYA
KUALITIATIF DAPAT MENJAWAB PERTANYAAN KUANTITATIF MELALUI DATA DOKUMENTASI
MESKIPUN TIDAK MENGUJI HIPOTESIS. SEPERTI PENGARUH BELAJAR AKTIF TERHADAP HASIL
BELAJAR. BISA DICANTUMKAN DOKUMENTASI NILAI BELAJAR YANG MENINGKAT DARI NILAI
SEBELUMNYA. INI MEMPERKUAT DATA WAWANCARA MENDALAM. HAL INILAH YANG MENJADI
DASAR DARI MIXED RESEARCH, MESKIPUN TIDAK DIJELASKAN SECARA JELAS.
HANYA SAJA PENELITIAN TERSEBUT
TETAPLAH DIKATEGORIKAN KEPADA DESAIN AWAL APAKAH DIA KUALITATIF ATAUPUN
KUANTITATIF.
JIKA INGIN MENGGUNAKAN
PENELITIAN GABUNGAN, MAKA JUGA HARUS DITETAPKAN SEMENJAK AWAL.
KEMUDIAN DALAM HAL PENELITIAN
KUANTITATIF, ADA KEKELIRUAN MEMAHAMI KONSEP TEORI ATAU HIPOTESIS.
SEBAGIAN MENGANGGAP HIPOTESIS
DIBANGUN MELALUI AZAS PERKIRAAN SEMATA. PADAHAL HIPOTESIS YANG KALIMATNYA
SEDERHANA 2 ATAU 3 BARIS ITU DIBANGUN MELALUI KAJIAN TEORI BIASANYA PADA BAB II
KAJIAN TEORI/PUSTAKA.
SEBAGIAN MAHASISWA KHUSUSNYA
MENGANGGAP TEORI HANYA SEKEDAR PELENGKAP, PADAHAL PENELITIAN APAPUN DAN
TERUTAMA KUANTITATIF HARUS DAN WAJIB DIBANGUN MELALUI TEORI YANG KUAT.
ALBERT EINSTEIN MENGATAKAN
BAHWA SEBENNARNYA PENGETAHUAN YANG KITA JALANI ADALAH REDUPLIKASI DARI TEORI
SEPANJANG ZAMAN.
MAKANYA JANGAN MENGAJUKAN
HIPOTESIS JIKA TEORI YANG ANDA AJUKAN LEMAH. TERMASUK DALAM PENULISAN NANTINYA
RUJUKAN YANG DIGUNAKAN TIDAK RELEVAN DAN DITOLAK DALAM PRINSIP ILMIAH MISALNYA
MENGGUNAKAN RUJUKAN BLOGSPOT ATAU WORDPRESS. ATAU BUKU STENSILAN. DAN BAHKAN
JUMLAH RUJUKAN HARUSLAH MEMADAI DAN REPRESENTATIF/RELEVAN.
TIDAK ADA SIGNIFIKANSI DARI DATA
YANG DIANALISIS JIKA HIPOTESIS YANG DIBANGUN TIDAK DIDUKUNG OLEH TEORI YANG
KUAT.
Jumat, 02 November 2012
Pemimpin dan Teladan
Pemimpin adalah orang yang didahulukan selangkah ditinggikan seranting. pemimpin adalah orang pertama dan terakhir, ia mengeluarkan pagi dan memasukan sore. pemimpin adalah orang yang dihukum dulu sebelum berbuat (ke atas tak berpucuk, ke bawah tak berakar dan ditengah digirik kumbang). pemimpin adalah orang yang memandang gajah di depan mata dan tak melihat tungau di seberang lautan. pemimpin adalah tongkat bergantung banyak orang ketika miring hendak terjatuh.Pemimpin adalah yang digugu dan ditiru..
dan... Pemimpin adalah orang pertama yang diminta pertanggungjawabannya tentang apa yang dipimpinnya.
Itulah konsep idealnya yang tertuang dalam adat dan agama sebagaimana dipahami ditengah masayarakat Indonesia..Tapi.. pemimpin hari ini adalah pemimpin politik yang culas, pemimpin yang memerintah, pemimpin yang berpangkat, pemimpin yang bertahta, pemimpin yang bersandiwara..hal inilah yang menyebabkan krisis kepemimpinan dan keteladanan. tak jelas siapa pemimpin dan siapa yang dipimpin. yang tampak hanyalah perlambang dan simbol pemimpin semata.
dalam segi kehidupan dapat digambarkan krisis kepemimpinan seumpama; kepala keluarga tak punya keluarga, guru tak punya murid, ulama tak punya umat, pejabat tak punya bawahan, politisi tak punya partai, jenderal tak punya pasukan dan presiden tak punya rakyat.
lihatlah prilaku yang disebut pemimpin simbolik hari ini. ketika ada persoalan masyarakat semua lari menyelamatkan diri sendiri. konflik sosial terus terjadi merata hampir di seluruh daerah. kepercayaan kepada lembaga masyaarakat, negara dan hukum menjadi berkurang dan bahkan nyaris hilang.
dalam pemahaman masayarakat religius agrikultural sebagaimana di sebutkan di awal, memang menganggap pemimpin adalah simpul dan segala urusan kemasyarakatan, tidak heran bahkan ada yang menjelmakan sebagai titisan sang kuasa, sang dewata atau juru selamat atau ratu adil. kita tidak terjebak kepada mitologi seperti itu. tapi maknanya demikian adanya dalam sistem ideologi masyarakat kita hari ini.
dapat dibuktikan bahwa perubahan sosial di tengah masyarkat kita berjalan liner dengan kemampuan sebuah kepemimpinan dan keteladanan. meskipun masyarakat kita hari ini digiring ke arah demokrasi, tapi kenyataannya demokrasi tak mampu menggeser makna pemimpin dalam sistem ideologi masayrakat. masayarakat tak begitu peduli dengan program, tak peduli dengan partai, ideologi, dan sebagainya dalam atribut demokrasi. yang mereka tahu adalah pemimpin dalam kenyataan, yang hidup di tengah masyarakat.
pemimpin dan teladan masih menjadi harapan untuk sebuah perubahan. bukan sistem yang bersalah, bukan rakyat yang bersalah, tapi pemimpin yang mengkhianati sumpah. itulah akar dari masalah.
seribu satu macam teori dan kebaikan dari sistem yang dibuat tak akan mampu merubah keadaan tanpa adanya kepemimpinan dan keteladanan. sebaliknya meskipun sistem amburadul dan teori lemah namun dilaksanakan oleh kepemimpinan dan keteladanan, sistem tersebut akan berubah seiring dengan perubahan keadaan masyarakat. pemimpin dan teladan adalah harapan kita...
dan... Pemimpin adalah orang pertama yang diminta pertanggungjawabannya tentang apa yang dipimpinnya.
Itulah konsep idealnya yang tertuang dalam adat dan agama sebagaimana dipahami ditengah masayarakat Indonesia..Tapi.. pemimpin hari ini adalah pemimpin politik yang culas, pemimpin yang memerintah, pemimpin yang berpangkat, pemimpin yang bertahta, pemimpin yang bersandiwara..hal inilah yang menyebabkan krisis kepemimpinan dan keteladanan. tak jelas siapa pemimpin dan siapa yang dipimpin. yang tampak hanyalah perlambang dan simbol pemimpin semata.
dalam segi kehidupan dapat digambarkan krisis kepemimpinan seumpama; kepala keluarga tak punya keluarga, guru tak punya murid, ulama tak punya umat, pejabat tak punya bawahan, politisi tak punya partai, jenderal tak punya pasukan dan presiden tak punya rakyat.
lihatlah prilaku yang disebut pemimpin simbolik hari ini. ketika ada persoalan masyarakat semua lari menyelamatkan diri sendiri. konflik sosial terus terjadi merata hampir di seluruh daerah. kepercayaan kepada lembaga masyaarakat, negara dan hukum menjadi berkurang dan bahkan nyaris hilang.
dalam pemahaman masayarakat religius agrikultural sebagaimana di sebutkan di awal, memang menganggap pemimpin adalah simpul dan segala urusan kemasyarakatan, tidak heran bahkan ada yang menjelmakan sebagai titisan sang kuasa, sang dewata atau juru selamat atau ratu adil. kita tidak terjebak kepada mitologi seperti itu. tapi maknanya demikian adanya dalam sistem ideologi masyarakat kita hari ini.
dapat dibuktikan bahwa perubahan sosial di tengah masyarkat kita berjalan liner dengan kemampuan sebuah kepemimpinan dan keteladanan. meskipun masyarakat kita hari ini digiring ke arah demokrasi, tapi kenyataannya demokrasi tak mampu menggeser makna pemimpin dalam sistem ideologi masayrakat. masayarakat tak begitu peduli dengan program, tak peduli dengan partai, ideologi, dan sebagainya dalam atribut demokrasi. yang mereka tahu adalah pemimpin dalam kenyataan, yang hidup di tengah masyarakat.
pemimpin dan teladan masih menjadi harapan untuk sebuah perubahan. bukan sistem yang bersalah, bukan rakyat yang bersalah, tapi pemimpin yang mengkhianati sumpah. itulah akar dari masalah.
seribu satu macam teori dan kebaikan dari sistem yang dibuat tak akan mampu merubah keadaan tanpa adanya kepemimpinan dan keteladanan. sebaliknya meskipun sistem amburadul dan teori lemah namun dilaksanakan oleh kepemimpinan dan keteladanan, sistem tersebut akan berubah seiring dengan perubahan keadaan masyarakat. pemimpin dan teladan adalah harapan kita...
Jumat, 31 Agustus 2012
Pemahaman pendidikan dalam perspektif negara di dunia
Pemahaman pendidikan dalam perspektif negara di dunia
1.
Di negara yang sedang berkembang, pendidikan
dipandang sebagai suatu “process of cultural transmission” yakni untuk
menyampaikan dan melestarikan kebudayaan yang telah mapan.
Wawasan pendidikan dan pengaajaran
sejarah yang dianut oleh negara-negara yang baru mencapai kemerdekaan itu
sangat menekankan pada bentuk sejarah nasional.
2.
Sistem pendidikan di negara yang menganut faham
sosialis dan komunis, memandang pendidikan merupakan suatu “ process of cultural
transformation” yaitu proses mengubah warga negara dan masyarakat menjadi
tenaga kerja yang amat diperlukan dalam lapangan kerja dan industri. Pengajaran
sejarah dengan demikian harus diarahkan pada penanaman pengertian tentang
kebenaran prinsip “perjuangan kelas” yang mendasarkan diri pada asas-asas “historis materialisme” atau hukum
perkembangan masyarakat berdasarkan “dialektika materialisme”
3.
Sebaliknya di negara Eropa Barat dan Amerika
Serikat yang menganut sistem sosial yang bersifat individualistik dan
liberalistik, maka pendidikan dipandang sebagai pengembangan pribadi individu
yang unik. Pendidikan dan pengajaran sejarah di sekolah, dengan demikian, harus
dikembangkan untuk dua tujuan utama, yakni (a) kebanggaan nasional, dan (b)
pengembangan saling pengertian antar bangsa.
4.
Meskipun Indonesia termasuk salah satu negara
yang sedang berkembang-sesuai dengan perkembangan pendidikan yang cukup pesat
berdasarkan Pancasila, UUD45, GBHN dan UU No 2 tahun 1989 tentang sistem
pendidikan Nasional—pendidikan dan pengajaran sebenarnya memiliki fungsi dan
tujuan sesuai dengan teori:
a.
Cultural
transmission yaitu tercermin dalam keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa, akhlak mulia, budi pekerti
luhur jiwa dan wawasan kebangsaan serta cinta tanah air.
b.
Cultural
transformation yaitu memiliki disiplin dan rasa tanggungjawab, kesehatan
jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa
tanggungjawab kemasyarakatan dan pembangunan bangsa.
c.
Individual
development yaitu meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman,
serta mengembangkan saling pengertian antar bangsa.
Langganan:
Postingan (Atom)